Selera dan tren yang menjadi dasar untuk menentukan harga bersifat dinamis dan tidak pasti.
Seleran dan tren bisa ditafsirkan berulang-ulang oleh penjual dan pembeli, sebagaimana dikutip KompasTekno dari jurnal “The art machine: dynamics of a value generating mechanism for contemporary art”.
Demikian juga temuan dari Alan Turing Institute, yang pada dasarnya harga dari NFT bisa dinamis dan melambung karena semua orang bisa menentukkan harga dari NFT-nya, dan semua orang bebas mengajukan penawaran untuk membeli NFT itu.
Meski dinamis, Alan Turing Institute menemukan tiga faktor terbesar yang mempengaruhi penjual atau pembeli dalam menafsirkan harga di NFT, antara lain faktor visual, harga jual NFT sebelumnya, serta hubungan antara penjual dan pembeli.
Dalam menemukan faktor itu, para peneliti telah mempelajari data dari 4,7 juta NFT yang telah diperdagangkan oleh lebih dari 500.000 pembeli dan penjual.
Dari ketiga faktor tersebut, faktor harga jual NFT sebelumnya menjadi 50 persen penentu keberagaman harga NFT.
Faktor harga jugal NFT sebelumnya itu misalnya NFT yang berupa gambar beruang dari PhantaBear, salah satu penjual NFT terkenal, kini dijual dengan harga 3.99 ETH.
Maka, harga itu akan menjadi indikator penentuan harga untuk model NFT serupa di kemudian hari.
Kemudian, faktor terbesar kedua sebanyak 20 persen yang mempengaruhi harga NFT adalah kualitas visual dari NFT itu sendiri.
Faktor ketiga sebanyak 10 persen yang memengaruhi harga NFT adalah popularitas dari penjual.
NFT biasanya diperdagangkan melalui skema lelang yang dapat dijumpai pada beberapa situs online, salah satunya yakni OpenSea.