GridHot.ID - Membahas bukti sejarah perkembangan Islam memang tak pernah lepas dari yang namanya masjid.
Beberapa masjid di Indonesia menjadi masjid bersejarah lantaran memiliki kisah panjang perjuangan ulama untuk menyebarkan agama Islam.
Tentu, masjid bersejarah ini cocok untuk dikunjungi menjelang bulan Ramadhan nanti, sebagai destinasi wisata religi.
Salah satu masjid yang memiliki sejarah perkembangan Islam terutama di era modern adalah Masjid Cheng Ho Sriwijaya, Palembang.
Nama asli Masjid Cheng Hoo Sriwijaya ini sebenarnya Masjid Al Islam Muhammad Cheng Ho Sriwijaya Palembang.
Masjid Cheng Hoo Sriwijaya ini merupakan salah satu masjid bersejarah yang unik karena menjadi bukti akulturasi budaya antara Islam, Tionghoa dan budaya lokal Sumatera Selatan.
Selain itu, Masjid Cheng Hoo Sriwijaya juga merupakan satu dari tiga Masjid Cheng Hoo di Indonesia. Dua lagi berada di Pasuruan dan Surabaya, Jawa Timur.
Lantas, bagaimana Masjid Cheng Hoo ini bisa berdiri di tanah Sriwijaya?.
Sejarah Masjid Cheng Hoo Sriwijaya
Dikutip GridHot.ID dari Kompas.com, masjid Cheng Hoo Sriwijaya ini masih terbilang baru karenapeletakkan batu pertamanya terjadi pada tahun 2003.
Pembangunan masjid ini diprakarsai oleh pengurus Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) Sumatera Selatan, serta tokoh masyarakat muslim Tionghoa di Palembang.
Lahan yang digunakan untuk membangun masjid ini merupakan hibah dari pemerintah daerah.
Dengan dana awal Rp 150 juta, pembangunan Masjid Cheng Hoo Sriwijayaini rampung dan diresmikan pada tahun 2006.
Pembangunan Masjid Cheng Hoo Sriwijayaini tentu tidak dapat dipisahkan dari sejarah muslim di kota pempek itu yang konon berawal dari kunjungan Laksamana Cheng Hoo.
Cheng Hoo atau Zheng He merupakan seorang penjelajah asal Tiongkok beragama muslim yang sangat terkenal.
Di samping itu, dia juga orang kepercayaan Kaisa Yongle dari Tiongkok, yaitu kaisar ketiga Dinasti Ming.
Islam sendiri masuk ke Palembang melalui aktivitas perdagangan, salah satunya dengan pedagang dari Tiongkok.
Saat itu Palembang yang masih dikuasai Sriwijaya mendapat masalahdengan kedatangan para perampok yang mengganggu para pedagang.
Perampok tersebut dipimpin oleh seorang Tionghoa bernama Chen Tsu Ji.
Maka, penguasa Sriwijaya pun meminta bantuan kepada Kaisar Yongle.
Bantuan pun tiba dengan dipimpin oleh Laksamana Cheng Hoo.
Para perampok itu dalam sekejap bisa diringkus oleh Laksamana Cheng Hoo dan pasaukannya.
Setelah berhasil menumpas perampok, Laksamana Cheng Ho akhirnya membentuk komunitas muslim Tionghoa di Palembang.Arsitektur Masjid Cheng Hoo Sriwijaya
Karena pembangunanya tidak lepas dari nama Laksamana Cheng Hoo yang merupakan keturunan Tionghoa, tentu bentuk masjid ini juga memadukan budaya Tiongkok.
Dikutip GridHot.ID dari Sripoku, arsitektur Masjid Cheng Hoo Sriwijaya inidi design menyerupai kelenteng, tempat ibadah orang Tionghoa.
Gerbang masuk masjid bergaya tiongkok dengan pilar dan gentengnya yang berwarna merah.
Menariknya lagi, di bawah genteng tersebut terdapat papan nama bertuliskan "Masjid Cheng Hoo" lengkap dengan aksara Chinanya.
Pada bangunan utama,terdapat empat pilar di setiap sudutnya yang beratapkan genteng dengan ornament China.
Tak hanya itu, unsur Tiongkok juga terdapatpada sebuah bangunan yang berbentuk pagoda lengkap dengan tujuh lantai dibangunannya, namun pada puncaknya terdapat kubah berwarna hijau dengan lambang bintang dan bulan yang menggambarkan bahwa bangunan tersebut adalah sebuah masjid.
Selain itu, bangunan Masjid Cheng Hoo Sriwijaya ini juga memilki unsur budaya lokal Palembang yang terlihat pada warna bangunan.
Warna bangunan masjid didominasi oleh warna merah dan emas, dimana kedua warna tersebut sangat kental dengan kebudayaan Palembang.
Dari hal tersebutlah dapat dilihat bahwasanya Masjid MuhammadCheng Hoo Sriwijaya, merupakan masjid yang memiliki tiga unsur kebudayaan yang berbeda.
Tentu, keunikan tersebutlah yang membuat Masjid Cheng Hoo Sriwijaya ini kerap kali dijadikan destinasi wisata religi.
Masjid ini sangat cocok untuk dikunjungi saat kamu berada di Palembang, terlebih untuk melihat toleransi anatar budaya. (*)