Selama terjun ke dunia hiburan, Deddy tak pernah tahu apakah acara TV yang dibawakannya itu laris ditonton publik atau tidak.
Ia hanya bisa mengetahui laku atau tidaknya suatu tontonan hanya berdasarkan rating dan sharing yang didengar dari kru TV.
"Dulu kita tidak pernah tahu apakah acara kita di TV di tonton orang atau tidak... Bagus atau tidak...kalian suka atau tidak.. Kecuali berdasarkan nilai rating dan sharing yang kita juga dengar dari orang orang yang punya data nya," imbuh Deddy.
Bahkan data rating tersebut dikeluarkan oleh suatu lembaga untuk menilai layak atau tidaknya sebuah acara.
Apabila suatu acara tak menarik untuk ditonton, maka bisa saja tayangan itu langsung gulung tikar alias berakhir.
"Dan tahu kah kalian data itu hanya di keluarkan oleh satu lembaga... Jadi kalau mrk bilang jelek.... Ya loe ngangguk ngangguk aja... Kalau rating dan share loe jelek... Ya Bungkus acara Tv loe," tambahnya.
Namun, semua penilaian tersebut beda halnya dengan sekarang di era disrupsi.
Di era disrupsi yang terjadi perubahan dan inovasi secara masif bisa dikendalikan oleh para konten kreator, khususnya para YouTuber.
Jika sebuah tayangan di YouTube jelek, maka para konten kreator masih bisa terus memperbaiki kontennya hingga laris disaksikan penonton.
"Beda kini dgn disrupsi yang ada.. Kita semua.. Kalian... Semua... Bisa berkarya tanpa batas...Jelek? Buat lagi!! Bagus? Bagusin lagi.. Resiko nya hanya asimetris... Waktu.. Sabar... Capek...Modal? Punya Hp punya konten artinya," lanjut Deddy.
Deddy bahkan sudah lelah mendengar bahwa penonton TV hanya suka dengan tayangan yang goyang-goyang saja.