Bentuk perahu itu adalah sebagai simbol Pelabuhan Sunda Kelapa, tempat saudagar muslim berdagang dan menyebarkan syariat Islam di masa lalu.
Selain itu, bentuk perahu adalah makna simbolik kepasrahan seorang muslim.
Bagaikan orang duduk bersila dengan tangan menengadah, berdoa mengharap rahmat dan kasih sayang-Nya.
Masjid Agung Sunda Kelapa juga tak memiliki beduk, simbol bintang-bulan, dan sederet simbol yang umumnya ada dalam sebuah masjid.
Dalam merancang dan membangun masjid ini, Abbas tak sendirian.
Ia didukung para jenderal di Menteng yang menyumbangkan dana awal untuk pembangunan masjid tersebut.
Para jenderal merasa harus meluruskan kekeliruan sejarah atas G30S/PKI dengan membangun sebuah masjid yang nyaman untuk pelaksanaan ibadah.
Karena pembangunan tak kunjung selesai, Pemda DKI Jakarta semasa Ali Sadikin merasa harus turun tangan untuk merampungkan pembangunannya.
Akhirnya, pada tahun 1970, masjid itu selesai dibangun.
Kehadiran Masjid Sunda Kelapa ini menjadi angin segar bagi masyarakat muslim yang tinggal di wilayah Menteng dan sekitarnya.
Sebab, saat itu rumah ibadah di sekitar Menteng didominasi oleh gereja bekas peninggalan Belanda.