GridHot.ID - Aparat TNI Polri berhasil mengidentifikasi keberadaan persembunyian KKB ( Kelompok Kriminal Bersenjata) Papua pimpinan Egianus Kogoya.
Melansir tribun-bali.com, Egianus Kogoya selama ini menjadi buronan paling dicari TNI Polri karena terlibat kekejaman di sejumlah daerah.
Keberadaan persembunyian KKB Papua pimpinan Egianus Kogoya itu terendus setelah aparat keamanan menerbangkan drone.
Markas persembunyian KKB Papua pimpinan Egianus Kogoya terekam dalam video drone atau pesawat tanpa awak milik TNI.
Dalam video tersebut tampak sebuah bangunan luas dan di sekelilingnya terdapat sejumlah pasukan menenteng senjata yang selalu bersikap siaga.
Meski tak disebutkan kapan video itu diabadikan, namun pada bagian penjelasan, disebutkan bahwa gambar itu diabadikan di wilayah Tanah Ndugama.
Disebutkan pula bahwa dari pantauan pesawat mata-mata itu, lokasi tersebut merupakan tempat persembunyian Panglima Egianus Kogoya.
Indikasinya tertangkap dari sejumlah aktivitas yang mencurigakan di tempat tersebut.
Tempat itu cukup luas dengan dua unit bangunan yang berukuran cukup besar.
Di tempat itu juga terlihat sejumlah pria sedang beraktivitas. Mereka umumnya menenteng senjata api.
Dari situasi tersebut terungkap bahwa tempat itu diduga sebagai markasnya KKB di Kabupaten Nduga.
Pasalnya, di tengah hutan dan jauh dari pemukiman penduduk, terdapat dua bangunan dengan jumlah orang yang tak sedikit.
Berikutnya, orang-orang yang berada di tempat itu umumnya bersenjata dan tampak selalu siaga.
Berangkat dari fakta itu, maka patut diduga kalau lokasi tersebut merupakan markasnya Egianus Kogoya.
Terungkap pula bahwa video yang viral itu diabadikan dengan pesawat mata-mata atau drone milik TNI.
Sementara itu, mengutip Kompas.com, KKB adalah singkatan dari Kelompok Kriminal Bersenjata, yang merupakan sebuah kelompok yang kerap menebar teror baik kepada warga sipil maupun TNI serta Polri di wilayah Papua.
Tujuan KKB Papua adalah melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sebelum lahir dengan sebutan KKB, kelompok ini dulunya dikenal dengan nama Organisasi Papua Merdeka (OPM).
OPM didirikan pada 1965 untuk mengakhiri pemerintahan Provinsi Papua dan Papua Barat, yang sebelumnya disebut Irian Jaya. Mereka berniat untuk melepaskan diri dari Indonesia.
Wilayah aksi KKB Papua
Menurut catatan, KKB kerap beraksi di wilayah pegunungan di Papua. Beberapa kabupaten yang sampai saat ini dianggap rawan dari aksi mereka seperti Puncak, Yahukimo, Nduga dan Intan Jaya.
Sementara itu, ada lima kelompok yang sudah dipetakan dengan para pemimpinnya, yakni Lekagak Telenggen, Egianus Kogoya, Jhony Botak, Demianus Magai Yogi dan Sabinus Waker.
Dari lima kelompok itu, Lekagak Telenggen dan Egianus Kogoya dianggap sebagai yang paling berbahaya.
Sampai saat ini, KKB Papua sulit diberantas karena mereka berbekal persenjataan lengkap dan mutakhir.
Beberapa aksi kejahatan yang pernah dilakukan KKB Papua adalah melakukan penyerangan terhadap pekerja, pembacokan, penembakan, serta pembakaran rumah dan sekolah di beberapa wilayah di Papua.
Awal bulan Mei 2022, satu personel Polri dan TNI mengalami luka tembak saat menjalani ibadah minggu di Gereja Protestan Okbibab, Distrik Okbibab, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua.
Sementara pada 22 April 2022, anggota marinir TNI AL Praka Dwi gugur dalam serangan oleh KKB di Pos Satgas Kodim Mupe Yonif 3 Mar di Kaikote, Distrik Kenyam, Kabupaten Nduga.
Dengan korban yang terus berguguran, mengapa TNI tidak mencoba melakukan serangan udara terhadap KKB?
Risiko serangan dari udara
Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengatakan, akan timbul risiko lebih besar ketika TNI memilih serangan udara.
Sebab, serangan udara dilakukan setelah target benar-benar dipastikan secara presisi.
"Tentu saja akan sulit membedakan antara target KKB dan warga. Apalagi medan di Papua bisa dibilang sulit," kata Fahmi kepada Kompas.com, Senin (9/5/2022).
Menurutnya, strategi KKB selama ini adalah berbaur dengan warga untuk menyulitkan aparat.
Karena itu TNI sangat berhati-hati dalam mengambil satu tindakan, tak terkecuali serangan udara.
"Dikhawatirkan serangan itu akan membuat konflik meluas. Akan sulit memelihara simpati dan dukungan masyarakat ketika terjadi insiden-insiden terhadap warga," jelas dia.
"Itu yang memang menjadi penyulit dalam konteks pendekatan militer di Papua," kata Fahmi.
Ia menjelaskan, pendekatan dialog dan humanis yang diterapkan oleh Panglima TNI Andika Perkasa saat ini lebih mungkin dilakukan daripada militer.
Sebab, pendekatan militer terbukti tidak mampu menghentikan aktivitas KKB di Papua.
Hanya saja, pendekatan ini semestinya juga dilakukan oleh sejumlah pihak lainnya selain TNI dan Polri.
"Mestinya leading sector-nya bukan TNI atau Polri, mereka hanya melakukan dukungan keamanan dalam upaya damai," ujarnya.
"Karena tugas TNI atau Polri itu kan memukul, bukan merangkul, kalau merangkul yang ditugaskan seharusnya unsur pemerintah lain. Papua ini bukan hanya urusan TNI atau Polri," kata dia.
Artinya, perubahan pendekatan itu juga harus disertai dengan pergantian leading sector. (*)
Source | : | Kompas.com,Tribun-Bali.com |
Penulis | : | Desy Kurniasari |
Editor | : | Desy Kurniasari |
Komentar