Pada masa perang gerilya, keluarga mereka membantu para pemuda dengan memberi obat-obatan secara sembunyi-sembunyi.
Ia bersekolah dengan baik dan bercita-cita menjadi seorang perwira militer dengan memasuki Akademi Militer Nasional (AMN).
Keinginannya sempat ditolak keluarga yang menginginkan putra mereka untuk meneruskan jejak sang ayah, terlebih Pierre Tendean adalah putra satu-satunya.
Namun pada akhirnya ia berhasil diterima di Akademi Militer Nasional dan mengambil jurusan teknik.
Wajahnya yang tampan membuatnya dijuluki Robert Wagner dari Bumi Panorama, serta dipanggil "patona" oleh para seniornya di akademi.
Pada tahun 1962, Pierre Tendean lulus dengan nilai yang sangat memuaskan dan dimulailah karirnya di dunia militer.
Setelah lulus Letda Pierre Tendean bertugas sebagai Komandan Peleton pada Batalyon Zeni Tempur 2 Kodam II Bukit Barisan, di Medan.
Pada tahun 1963, ia berkesempatan masuk ke Sekolah Intelijen di Bogor, dan kemudian menjalankan tugas intelijen di berbagai daerah.
Pierre Tendean sangat menikmati aktivitasnya di garis depan, sementara kedua orang tuanya begitu khawatir dengan keselamatan putra semata wayangnya.
Atas usaha orang tuanya, ia kemudian ditarik ke garis belakang dan ditugaskan sebagai ajudan Jenderal A.H. Nasution.
Pierre Tendean diangkat sebagai ajudan termuda Jenderal A.H. Nasution untuk menggantikan Kapten Manulang yang gugur dalam menjalankan tugasnya di Kongo.
Jabatan itulah yang diemban Kapten Pierre Tendean dengan penuh tanggung jawab hingga akhir hayatnya.
(*)
Source | : | Kompas.com,Surya.co.id |
Penulis | : | Siti Nur Qasanah |
Editor | : | Siti Nur Qasanah |
Komentar