Gridhot.ID - Maestro pantomim asal Yogyakarta, Jemek Supardi meninggal dunia pada Sabtu (16/7/2022).
Selama ini, Jemek Supardi dikenal sebagai seniman yang kerap menyuarakan ketimpangan sosial masyarakat.
Jemek meninggal di rumah putrinya di wilayah Nitiprayan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sebelum diketahui meninggal pada Sabtu sekitar pukul 17.30, Jemek sempat tertidur selama beberapa jam.
Seniman Butet Kertaredjasa sempat mengucapkan belasungkawa melalui akun Facebook miliknya.
"SUMANGGA GUSTI. Sahabatku, teman seperjuangan di jagad teater Yogya, Jemek Supardi, telah pergi meninggalkan kita. Swarga langgeng. Sumangga Gusti," tulis Butet.
Menantu Jemek, Bagas Arga menceritakan detik-detik seniman pantomim asal Yogyakarta itu ditemukan meninggal dunia.
Bagas menuturkan, dia mengetahui ayah mertuanya meninggal pada sore hari, saat itu dia sedang beres-beres rumah dan Jemek tidur di kamarnya.
Tak beberapa lama, ibu dan bibinya datang untuk menengok kondisi Jemek yang memang baru keluar dari Rumah Sakit Panti Rapih karena infeksi paru-paru.
Ia menuturkan, ayah mertuanya tidur dari pukul 15.00 WIB. Ketika Sekar, anak Jemek pulang sekitar 17.30 WIB, maestro pantomim itu diketahui telah meninggal dunia.
"Terus Sekar (anak Jemek) sama anak-anak pulang dari sanggar nengokin Bapak, Bapak sudah sedo (meninggal). Jadi ya tidur panjang lah," ujar Bagas ditemui Kompas.com di rumahnya, Minggu (16/7/2022).
Bagas mengenang sosok Jemek sebagai seorang ayah yang baik, suami setia dan seniman yang hebat.
Rencananya mendiang Jemek akan dilakukan Misa Arwah antara pukul 12.00-13.00 WIB siang sebelum dimakamkan di Blunyah Gede.
Profil Jemek Supardi
Melansir Kompas TV, Jemek Supardi lahir pada 14 Maret 1953 di Pakem, Sleman, Yogyakarta.
Nama Jemek dikenal sebagai seniman andal yang mendedikasikan hidupnya untuk dunia pantomim.
Semasa hidupnya, ia telah melakukan berbagai pertunjukan di panggung pertunjukan, pasar, jalan, sampai kuburan.
Di pertunjukan-pertunjukan itu, Jemek kerap menyuarakan ketimpangan sosial masyarakat.
Salah satu aksi ikoniknya yaitu saat menggelar aksi diam sepanjang Yogyakarta- Jakarta saat mahasiswa menuntut Presiden Soeharto mundur.
Ia juga sempat membuat heboh dengan menggelar pantomim 'Pak Jemek Pamit Pensiun' di sepanjang Malioboro yang membuat jalan tersebut macet total.
Itu dilakukannya sebagai bentuk ekspresi Jemek ketika pantomim tidak diikutsertakan dalam agenda Festival Kesenian Yogyakarta pada 1997.
Melansir berbagai sumber, Jemek mempelajari seni pantomim secara otodidak.
Ia bahkan hanya lulus Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Ia lantas bergabung di sejumlah kelompok teater seperti Teater Alam, Teater Boneka, dan Teater Dinasti.
Di situlah ia menemukan caranya sendiri untuk berekspresi sebagai seniman.
Ia juga rajin menonton pertunjukan pantomim dari luar negeri yang digelar di Yogyakarta.
Selama kurang lebih tiga dasawarsa menjadi seniman pantomim, ia sudah menciptakan puluhan karya.
Tiga terbaru karya Jemek Supardi yakni 'Jemek Ngudarasa' (2013), 'Buku Harian Si Tukang Cukur' (2012), 'Calegbrutusaurus' (2009) dan lainnya.
Sebagai apresiasi untuk dedikasinya, ia mendapat penghargaan seni dari Sultan Hamengku Buwono IX.
Seniman Seni Rupa Nasirun mengenal sosok Jemek sebagai seniman yang konsisten dengan seni pantomim.
"Itu yang luar biasa dari almarhum, adalah dia konsisten tetap di Jalur pantomim walaupun kadang maaf, ya di payung kesenian pantomim ini tidak menjanjikan secara ekonomi," ungkap Nasirun saat melayat.
Nasirun juga mengenal mendiang Jemek sebagai sosok yang sering membantu antarseniman.
"Yang kedua kali dia orang yang entengan (senang membantu). Walaupun orang pertunjukan kalau ada pameran seni rupa dia selalu hadir dan selalu mendukung," lanjutnya.
Hal itu terbukti saat Jemek hadir di acara Romo Sindhunata. Saat itu, Nasirun membacakan puisi di atas panggung.
Saat puisi dibacakan, Jemek otomatis naik ke panggung dan melakukan pantomim.
Meski belum pernah kolaborasi, ia senang bisa satu panggung dengan Jemek Supardi.
"Ya itulah almarhum tidak ribet artinya dia merespons sebuah peristiwa kebudayaan ya. Jadi yang saya suka itu mereka tidak eksklusif, selalu lentur dengan para perupa, dekat dengan para penyair, penari juga ya," jelasnya.
Saat Jemek di rawat di rumah sakit, Nasirun bersama rekan-rekan seniman sempat datang menjenguk.
"Dekat (dengan seniman rupa). Kebetulan istrinya dulu orang seni rupa," tutupnya.
Menurutnya, itulah bukti bahwa seni tidak terpecah-pecah.
Walaupun Jemek kini telah tiada, karyanya tetap akan dikenang oleh banyak orang.
Selamat jalan maestro pantomim Indonesia.
(*)
Penulis | : | Candra Mega Sari |
Editor | : | Candra Mega Sari |
Komentar