Selain itu, kata Fritz Ramandey, munculnya banyak kampung-kampung pemekaran yang tidak memiliki administrasi kependudukan yang jelas atau bisa dibilang fiktif di Papua, membuka peluang dana desa diduga digunakan membelikan senjata api dan amunisi.
"Kemungkinan di wilayah-wilayah tertentu ada duplikasi penduduk tapi juga administrasi kampung tidak jelas tapi ada kampung. Nah, kemudian di situ ada dana yang cukup besar sekian ratus juta disalahgunakan karena dari aspek perencanaan tidak benar hingga pengawasan," katanya.
Ia menyampaikan dari laporan yang diterima dari beberapa kepala kampung di Papua kepada Komnas HAM Papua.
Mereka memberikan sejumlah uang dari dana desa kepada pihak Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat - Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) atau KKB Papua karena mendapatkan ancaman.
"Dari dua kasus yang kami tangani secara langsung dan kesaksian ini menunjukan bahwa dana desa berpotensi juga untuk disalahgunakan untuk kepentingan pembelian (senjata dan amunisi) itu," ujarnya.
Fritz Ramandey mengatakan, perlu pengawasan yang ketat terhadap pemekaran-pemekaran kampung di Papua.
Serta adanya mekanisme atau aturan yang ketat terhadap penyaluran dana desa di Papua, yakni mulai dari perencanaan, pengawasan hingga pemakaian dana desa di Papua.
"Selama ini dana desa di kampung-kampung di pedalaman Papua mekanisme perencanaan, penggunaan tidak jelas berjalan," katanya.
Direktur Perkumpulan Advokat Hak Asasi Manusia atau PAHAM Papua, Gustaf Kawer mengatakan banyak pihak yang terlibat dalam kasus perdagangan senjata api dan amunisi di Papua.
Menurutnya, perlu langkah berani dari penegak hukum untuk membongkar dan menghukum semua pihak yang terlibat terutama dari oknum tentara maupun polisi.
“Dalam kasus jual beli amunisi yang di ungkap masyarakat sipil kemudian dikaitkan dengan teman mereka di hutan (TPNPB-OPM). Ini akan aparat jadi jadi terlindungi, itu harus diungkap,” kata Gustaf Kawer. (*)