Laporan Wartawan Gridhot.ID - Akhsan Erido Elezhar
Gridhot.ID -Bharada Richard Eliezer atau Bharada E mengakui bahwa eks Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo ikut menembak Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, saat pembunuhan dilakukan di rumah dinas Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Keterangan Bharada E disampaikan kepada penyidik Bareskrim Polri dalam kapasitasnya sebagai saksi justice collaborator.
Dilansir Gridhot.ID dari artikel terbitan TribunnewsBogor, 17 Agustus 2022, hal itu diungkapkan Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto.
"Keterangan saksi JC ( justice collaborator) Richard dia diperintah menembak, lihat FS menembak ( Brigadir J) dan menembaki dinding," kata Agus dalam tayangan di Metro TV.
Sementara itu, kata dia tersangka lainnya Bripka Ricky Rizal (RR) dan KM alias Kuat mengaku tak melihat penembakan tersebut.
Kepada penyidik, keduanya hanya mendengar Ferdy Sambo memerintahkan Bharada E menembak Brigadir J.
"K dan RR tidak melihat tapi mendengar FS perintahkan tembak kepada E dan melihat menembaki dinding," ucap Agus. Agus tak menjelaskan bagian tubuh mana yang ditembak Ferdy Sambo.
"Masih didalami ya," katanya.
Agus memastikan seluruh keterangan para tersangka bakal didalami penyidik.Sebab kata dia, pihaknya akan cukup hati-hati dalam membuat terang kasus pembunuhan Brigadir J ini.
"Kita menyidik mendasari keterangan para saksi, persesuaian keterangan para saksi, alat bukti yang ada (kumpulan dari barang bukti yang ditemukan) dianalisis persesuaiannya, dan dikuatkan dengan kesaksian orang yang memiliki keahlian di bidangnya serta menguji alibi para tersangka," kata Agus. Agus menilai hukuman Ferdy Sambo kemungkinan lebih berat dari tersangka lain.
Apalagi, Ferdy Sambo merupakan otak dari pembunuhan Brigadir J. "Memberi perintah lebih berat ancaman hukumannya daripada yang menerima perintah," kata Agus.
Selain itu kata Agus, sangat mungkin Bharada E mendapat hukuman ringan mengingatnya sekarang statusnya menjadi justice collaborator (JC) dalam kasus tersebut.
"Dan ada Pasal 51 KUHP yang bisa dijadikan bahan pembelaan kepada Bharada E nanti di persidangan," kata Agus. Seperti diketahui Polri menetapkan empat tersangka dalam kasus pembunuhan Brigadir J.Keempatnya ialah Irjen Ferdy Sambo, Bharada E, Bripka Ricky Rizal (RR), dan KM alias Kuat yang merupakan asisten rumah tangga (ART) sekaligus sopir Putri Candrawathi, istri Irjen Sambo. Keempat tersangka dijerat Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana, Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, juncto Pasal 55 dan 56 KUHP.
Dengan ancaman hukuman pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama 20 tahun.
Dikutip Gridhot.ID dari artikel terbitan Tribunnews.com, 7 Agustus 2022, penuntasan Kasus tewasnya Brigadir Pol Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo, diharapkan dijadikan sebagai momentum reformasi kepolisian.
Hal tersebut disampaikan pegiat hak asasi manusia (HAM) Feri Kusuma mengomentari dinamika penyelidikan kasus tewasnya Brigadir J di mana baru saja Bharada E ditetapkan sebagai tersangka.
"Penuntasan kasus kematian Brigadir Joshua, juga merupakan bagian penting dari agenda mengoptimalkan reformasi kepolisian itu sendiri," ujar Feri Kusuma kepada wartawan, Sabtu (6/8/2022).
Feri mengatakan, secara historis, proses perubahan politik pada tahun 1998 atau era reformasi, memang telah mendorong dijalankannya reformasi kepolisian sebagai bagian dari agenda reformasi sektor keamanan.
"Agenda ini salah satunya bertujuan mendorong adanya penghormatan pada prinsip-prinsip negara hukum dan hak asasi manusia di dalam institusi-institusi keamanan yang ada, termasuk kepolisian," terangnya.
Terkait kasus tewasnya Brigadir J, Feri menambahkan, pada prinsipnya, penyelesaian kasus meninggalnya Brigadir J secara transparan dan akuntabel menjadi penting, tidak hanya untuk mewujudkan keadilan bagi korban, tetapi juga menjadi pertaruhan untuk menjaga kredibilitas institusi Polri sebagai institusi penegak hukum.
"Berdasarkan informasi di berbagai media, hingga saat ini Tim Polri telah melakukan pelbagai upaya, mulai dari melakukan otopsi ulang terhadap jenazah, pemeriksaan sejumlah saksi, pemeriksaan video rekaman CCTV di sejumlah lokasi, dan telah ada yang ditetapkan sebagai tersangka," katanya.
Ia menambahkan, berbagai fakta-fakta hukum tersebut perlu untuk terus dibuka secara terang benderang kepada masyarakat dan tentu tidak boleh ada yang ditutup-tutupi.
Menurutnya, pengungkapan kasus ini memang diperlukan suatu proses dengan penuh ketelitian, ketepatan, kepekaan dan harus benar-benar sesuai prosedur penanganan perkara hukum, dengan tetap menempatkan penghormatan terhadap hak setiap warga negara dalam suatu negara hukum.
"Oleh karena itu, Tim Khusus Mabes Polri perlu terus bekerja secara profesional, transparan, dan akuntabel untuk membuktikan fakta kebenaran atas peristiwa ini kepada publik."
(*)