Pejabat pertahanan Taiwan mengatakan, patroli militer "intensitas tinggi" China di dekat Taiwan terus berlanjut.
Dan, niat Beijing untuk menjadikan Selat Taiwan yang memisahkan kedua belah pihak akan menjadi sumber utama ketidakstabilan di wilayah tersebut.
"Untuk pesawat dan kapal yang memasuki wilayah laut dan udara kami sejauh 12 mil laut, tentara nasional akan menggunakan hak untuk membela diri dan melakukan serangan balik tanpa kecuali," tegas Lin Wen-Huang, Wakil Kepala Staf Umum Taiwan untuk operasi dan perencanaan, dalam jumpa pers, seperti dikutip Reuters.
Taiwan telah mengeluhkan drone China berulang kali terbang dekat dengan gugusan pulau kecil di bawah kendali Taipe di dekat pantai China.
Militer Taiwan akan menggunakan hak yang sama untuk "menyerang balik" pesawat tak berawak China yang tidak mengindahkan peringatan untuk meninggalkan wilayah Taiwan setelah menimbulkan ancaman, Lin menambahkan.
Taiwan melepaskan tembakan peringatan ke drone China untuk pertama kalinya pada Selasa (30/8) tak lama setelah Presiden Tsai Ing-wen memerintahkan militer untuk mengambil "tindakan balasan yang kuat" terhadap apa yang dia sebut sebagai provokasi China.
Dalam konferensi pers yang sama, Ma Cheng-Kun, Direktur Universitas Pertahanan Nasional, mengatakan, China mungkin akan bergerak lebih jauh untuk menolak kapal perang Angkatan Laut negara lain melalui Selat Taiwan tanpa izin mereka.
"Setelah status normal militer baru dikonsolidasikan, maka risiko benturan akan meningkat jika kapal angkatan laut asing bersikeras pada hak navigasi dan kebebasan," katanya.
Kapal perang AS dan negara-negara sekutu Taiwan seperti Inggris dan Kanada secara rutin berlayar melalui Selat Taiwan dalam beberapa tahun terakhir, termasuk dua kapal perang Angkatan Laut Amerika Serikat pekan lalu.
(*)