Laporan Wartawan Gridhot.ID - Akhsan Erido Elezhar
Gridhot.ID -Eks pengacara Richard Eliezer atau Bharada E, Deolipa Yumara, mengomentari rekonstruksi pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J di kediaman Irjen Ferdy Sambo.
Dilansir Gridhot.ID dari artikel terbitan TribunJakarta, 31 Agustus 2022, Deolipa membela kuasa hukum keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak, yang diusir saat hendak menyaksikan rekonstruksi pada Selasa (30/8/2022).
"Rekonstruksi sebenarnya berjalan baik. Tapi kemudian menjadi cacat karena ada rasa keadilan masyarakat yang dilanggar yaitu tidak diperbolehkannya pengacara korban untuk mengikuti proses rekonstruksi," kata Deolipa di Polres Metro Jakarta Selatan, Rabu (31/8/2022).
Menurut Deolipa, pengacara keluarga Brigadir J seharusnya dilibatkan dalam rekonstruksi karena memiliki hubungan hukum dengan kasus pembunuhan yang melibatkan Irjen Ferdy Sambo.
"Di mana-mana rekonstruksi boleh dilihat oleh siapapun juga. Kalau kemudian persoalannya adalah menimbulkan kerumunan bisa dibatasi, tapi tetap pengacara korban sebagai yang memiliki hubungan hukum dengan perkara ini harus dilibatkan," ujar dia.
"Kalau kata Dirtipidum Pak Andi Rian bahwasanya tidak ada ketentuannya, saya akan jawab bahwasanya kalau ketentuan tidak ada kita kembali kepada rasa keadilan masyarakat yang berlaku," tambahnya.
Ia meminta rekonstruksi kasus pembunuhan Brigadir J diulang kembali dengan dihadiri oleh kuasa hukum keluarga korban.
"Sebaiknya rekonstruksi ini harus dilakukan ulang supaya lebih fair. Kalau ini tidak dilakukan ulang menjadi tidak fair, kalau di sini sudah tidak fair dalam rekonstruksi ke depannya menjadi tidak fair dalam proses berita acara di persidangan atau peradilan," tutur Deolipa.
Deolipa juga meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk menonaktifkan sementara Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto dan Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian.
"Jadi saya minta kepada Kapolri supaya Kabareskrim dan Dirtipidum supaya dinonaktifkan sementara. Kalau perlu diganti oleh pimpinan polisi yang lain supaya ini bisa bersih," ucap Deolipa.
"Dan tidak ada lagi like and dislike mengingat saya bisa menilai mungkin adanya ketidaksukaan dari Dirtipidum kepada pengacara korban atau ada hal lain yang sangat rasa-rasanya membuat proses penyidikan menjadi cedera dan cacat," pungkasnya.
Dikutip Gridhot.ID dari artikel terbitan Kompas.com, 18 Agustus 2022, diberitakan sebelumnya, pengacara Bharada Richard Eliezer atau Bharada E, Ronny Talapessy, mengungkapkan, kliennya geleng kepala saat mengetahui digugat oleh eks pengacaranya, Deolipa Yumara.
Diketahui, Deolipa menggugat Bharada E sebesar Rp 15 miliar secara perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"(Bharada E) geleng kepala," ujar Ronny saat dimintai konfirmasi, Kamis (18/8/2022).
Ronny mengatakan bahwa Bharada E mengaku tidak punya uang sebanyak itu.
Dia pun mencoba menenangkan Bharada E yang kaget karena digugat Rp 15 miliar.
"Bharada E bilang ke saya, 'Enggak punya uang buat bayar Rp 15 miliar'. Saya bilang, 'Enggak usah khawatir, nanti saya hadapi'," tuturnya.
Sebelumnya, Deolipa Yumara dan M Burhanuddin menggugat Bharada E secara pedata ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan lantaran tak lagi menjadi kuasa hukum.
Gugatan itu juga dilayangkan terhadap tergugat II, pengacara Ronny Talapessy; dan tergugat III, yakni Kapolri Jenderal Listyo Sigit serta Kabareskrim Komjen Agus Andrianto. Ketiga pihak itu digugat Rp 15 miliar.
Adapun gugatan ini dilakukan imbas dicabutnya kuasa pendampingan hukum bagi Bharada E terkait dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J atas perintah Irjen Ferdy Sambo.
" Menghukum tergugat I, tergugat II, dan tergugat III secara tanggung renteng untuk membayar fee pengacara pada para penggugat sebesar Rp 15 miliar," ujar Deolipa ditemui di PN Jakarta Selatan, Senin (15/8/2022).
Deolipa menuturkan, setidaknya ia memiliki tiga alasan yang menjadi dasar menggugat tiga pihak secara perdata.
"Intinya alasan-alasan kita menggugat adanya suatu dugaan penandatanganan surat kuasa baru, penandatangan pencabutan kuasa di bawah tekanan," ujar dia.
Alasan lain, kata Deolipa, surat pencabutan kuasa itu dinilai cacat formil karena tidak ada alasan pembenar atau alasan apa pun terkait pencabutan kuasa tersebut.
"Ketiga ada dugaan pengosongan tanda tangan, atau ada dugaan tanda tangan yang dipalsukan," ucap dia.
Selain kepada tiga pihak tersebut, Deolipa dan M Burhanuddin meminta fee kepada negara melalui Presiden Joko Widodo sebesar Rp 15 triliun karena telah mendampingi Bharada E selama 5 hari.
"Yang 5 hari jangan lupa itu tetap ada Rp 15 triliun yang sudah kita bagi, beda antara yang kita minta ke Pak Jokowi sama yang kita tuntut secara hukum kepada Kabareskrim," kata Deolipa.
(*)