Follow Us

facebookinstagramyoutube_channeltwitter

Rafale Mampir di Bandara Halim Perdanakusuma, Jet Tempur Prancis Pernah Disebut Tenaga Ahli PT DI Tak Sama dengan KF-21 Boramae yang Digarap Indonesia dan Korea, Andi Alisjahbana: Takutnya di Mana?

Desy Kurniasari - Selasa, 13 September 2022 | 16:13
Tenaga Ahli Bidang Pengembangan Pesawat PT Dirgantara Indonesia (PT DI) Andi Alisjahbana menilai kerja sama pengadaan jet tempur Dassault Rafale dari Perancis tak bisa disamakan dengan proyek pesawat tempur KFX/IFX yang merupakan proyek kerja sama antara Indonesia dan Korea Selatan
Kolase via Gridhot

Tenaga Ahli Bidang Pengembangan Pesawat PT Dirgantara Indonesia (PT DI) Andi Alisjahbana menilai kerja sama pengadaan jet tempur Dassault Rafale dari Perancis tak bisa disamakan dengan proyek pesawat tempur KFX/IFX yang merupakan proyek kerja sama antara Indonesia dan Korea Selatan

Baca Juga: Indonesia Pesan 42 Unit, Jet Tempur Rafale Prancis Ternyata Sempat Dijuluki 'Pesawat Terkutuk', Ini Alasannya

Persoalan proyek jet KFX/IFX

Kerja sama KFX/IFX antara Indonesia dan Korea Selatan merupakan program nasional yang dimulai pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan dilanjutkan di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Proyek ini dimulai tahun 2014 di mana kerja sama berkaitan dengan kesepakatan pembagian ongkos produksi KFX/IFX. Perjanjian juga meliputi kerja sama rekayasa teknik dan pengembangan.

Kemudian di tahun 2016, Pemerintah Indonesia melalui PT Dirgantara Indonesia dan Korea Aerospace Industries (KAI) meneken kesepakatan pembagian tugas.

Kesepakatan itu mengatur tentang porsi keterlibatan PT DI dalam program jet tempur terkait dengan desain, data teknis, spesifikasi, informasi kemampuan, pengembangan purwarupa, pembuatan komponen, serta pengujian dan sertifikasi.

Dalam kontrak kerja sama tersebut dipaparkan bahwa Pemerintah Korea Selatan menanggung 60 persen pembiayaan proyek, kemudian sisanya dibagi rata antara Pemerintah Indonesia dan Korea Aerospace Industries (KAI) masing-masing 20 persen.

Dari persentase itu, Indonesia menanggung beban pembiayaan sebesar Rp 20.3 triliun. Dari jumlah itu, Indonesia masih menunggak Rp 7.1 triliun.

Indonesia sejak masa Menhan Ryamizard Ryacudu sudah mengajukan renegosiasi meminta penurunan pembagian ongkos program menjadi 15 persen. Sementara itu pemerintah Korsel hanya menyetujui renegosiasi pembagian ongkos kontrak di angka 18,8 persen.

Masalah lain muncul ketika para insinyur PT DI yang dikirim ke Korea Selatan untuk menjadi bagian tim proyek mengeluh tidak diberi akses, termasuk dalam hal teknologi tingkat tinggi yang sensitif. Penyebab akses terhadap teknologi itu terhambat disebabkan oleh urusan diplomatik.

Korea Selatan menyatakan, Pemerintah Indonesia tidak mempunyai perjanjian akses teknologi tingkat tinggi atau sensitif dengan Amerika Serikat. Sebab, Korsel mendapatkan panduan tentang teknologi itu sebagai bagian dari kontrak pembelian jet tempur siluman F-35 buatan Lockheed Martin.

Akan tetapi, AS tidak memberikan beberapa teknologi tinggi pada jet F-35 kepada Korsel. Teknologi yang dirahasiakan itu ada pada jajaran radar pindai elektronik aktif (AESA), perangkat pencari dan pemburu inframerah (IRST), targeting pod optik elektronik (perangkat identifikasi dan pemandu amunisi presisi udara ke darat), dan perangkat pengacak frekuensi radio.

Source :Kompas.comSonora.ID

Editor : Grid Hot

Baca Lainnya





PROMOTED CONTENT

Latest

Popular

Tag Popular

x