“Yang kerjanya baik-baik tidak pandai menjilat sehingga tidak (mendapatkan) jabatan yang VIP, kan begitu,” kata Kamaruddin.
“Oleh karena itu, ayo dong kalau memang mau membebaskan polisi dari tangan mafia, ayo dong kita tolong polisi ini, karena sangat banyak polisi yang baik-baik.”
Pistol Era Perang Dunia
Sementara itu pengamat Kepolisian Bambang Rukminto berharap penyidik Mabes Polri melakukan pemeriksaan dengan cermat kepada sejumlah tersangka kasus obstruction of justice tewasnya Brigadir Pol Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J).
Hal ini penting sebagai kunci untuk mengetahui siapa sesungguhnya pemilik senjata api jenis Luger.
“Saksi-saksi bukan hanya dari pelaku yang sudah ditersangkakan, tapi juga para pelaku obstruction of justice, ini yang mungkin bisa lebih dikembangkan,” ucap Bambang Rukminto.
“Tanpa itu, kelihatannya akan kesulitan sekali, karena CCTV maupun TKP sudah sangat rusak dalam hal ini.” imbuhnya.
Berbeda dengan Kamaruddin Simanjuntak, Bambang Rukminto menyampaikan, Luger adalah jenis senjata api produksi lama.
Senjata ini bahkan, kata Bambang, nyaris tidak digunakan oleh perwira Polri.
“Ini senjata lama seperti itu, nyaris tidak digunakan kawan-kawan kepolisian. Artinya, ini bisa jadi senjata-senjata koleksi seperti itu,” ujar Bambang.
“Siapa yang memiliki Luger ini sangat penting, karena tidak semua orang bisa memiliki senjata yang antik seperti itu, kecuali orang-orang yang memiliki aset dan memiliki kesenangan tersendiri terkait koleksi senjata.” imbuhnya.
Sekedar informasi Luger Pistole Parabellum 1908 adalah pistol semi-otomatis yang menjadi senjata resmi tentara Jerman selama beberapa dekade pada paruh pertama abad ke-20.
Sering dikenal pula sebagai Jerman Luger, Luger Parabellum atau cukup disebut Luger, dirancang pada tahun 1898 oleh Georg Luger.
Luger banyak dicari sebagai koleksi untuk berbagai alasan. Banyak kolektor menghargai nilai sejarah Luger sebagai senjata api penting selama dua Perang Dunia.
Sedangkan yang lain tertarik dengan desain yang khas dan hasil pengerjaan berkualitas tinggi.
(*)
Source | : | Kompas.com,Tribun Jakarta |
Penulis | : | Angriawan Cahyo Pawenang |
Editor | : | Angriawan Cahyo Pawenang |
Komentar