Li Pengfei, pemimpin tim peneliti proyek, dan rekan-rekannya percaya bahwa tidak ada kapal perang saat ini yang dapat mencegat model rudal serbaguna ini.
"Teknologi baru sangat meningkatkan kekuatan serangan rudal," kata Li.
Salah satu tantangan terbesar proyek ini adalah sistem catu daya, karena daya dorong yang signifikan diperlukan untuk membuat rudal terbang di langit dan masuk ke air.
Tim mengatakan masalah tersebut dapat diselesaikan dengan menggunakan boron, elemen ringan yang bereaksi hebat saat terkena air dan udara, melepaskan panas dalam jumlah besar.
Tim peneliti, dari Universitas Nasional Teknologi Pertahanan di Provinsi Hunan, menerbitkan desain sistem mesin rudal pada 8 September.
Boron pernah ditambahkan ke bahan bakar jet oleh Angkatan Udara AS, membantu memberi daya pada pesawat pengebom supersonik pada 1950-an.
Namun proyek tersebut ditinggalkan karena partikel boron yang terbakar menjadi sulit dikendalikan dan menjadi lapisan puing yang secara bertahap mengurangi efisiensi mesin.
Perlombaan senjata hipersonik telah menghidupkan kembali minat boron dalam beberapa tahun terakhir.
Misalnya, China telah berhasil membangun mesin jet stasioner supersonik (scramjet) yang menggunakan bahan bakar padat yang mengandung nanopartikel boron untuk mempercepat roket hingga lima kali kecepatan suara, menurut data publik.
Militer AS juga memiliki program penelitian serupa.
Sebuah studi NASA yang didanai oleh Angkatan Laut AS tahun lalu menemukan boron nitrida, kombinasi boron dan nitrogen, yang dapat menggerakkan senjata hipersonik yang melaju dengan kecepatan di atas 6.400 km/jam.