Meningkatnya ketegangan di Taiwan Kunjungan Ketua DPR AS Nancy Pelosi bulan lalu ke Taipei telah menyebabkan meningkatnya ketegangan antara Beijing dan Washington.
China mengatakan AS bermain dengan api sehubungan dengan kunjungan Pelosi dan memulai latihan militer di sekitar pulau itu, yang dianggapnya sebagai wilayah China.
Kemudian, delegasi tingkat tinggi Perancis juga mengunjungi Taiwan.
Awal bulan ini, Menteri Luar Negeri Taiwan Joseph Wu mengatakan kepada DW bahwa China telah mengungkapkan strateginya untuk invasi masa depan pulau itu.
Pada tanggal 2 September, Departemen Luar Negeri AS menyalakan potensi kesepakatan senjata senilai 1,1 miliar dollar AS dengan Taiwan yang mencakup penjualan rudal anti kapal dan rudal anti serangan udara serta sistem pengawasan radar.
Di bawah undang-undang yang disahkan oleh Kongres, AS diharuskan menjual perlengkapan militer Taiwan.
Kejelasan strategi AS Fang Yu-Chen, seorang profesor ilmu politik di Universitas Soochow di Taiwan, mengatakan kepada DW bahwa ambiguitas strategis AS kini menjadi lebih strategis dan tidak terlalu ambigu.
“Saya pikir ini adalah proses penyesuaian dari ambiguitas strategis ke kejelasan strategis.
Sementara (Biden) mengatakan AS akan membela Taiwan, dia tidak merinci bagaimana AS akan membela Taiwan, yang menunjukkan ambiguitas strategis tidak berubah, selalu seperti itu," ujarnya.
Lev Nachman, seorang profesor ilmu politik di National Chengchi University di Taiwan, mengatakan kepada DW bahwa ada celah antara Biden dan Gedung Putih, di mana Gedung Putih bertindak dalam satu cara dan Biden berbicara dan bertindak dengan cara lain.
“Ketika tiba saatnya untuk bertindak, dapat menyebabkan hasil yang sangat berbeda dari apa yang mungkin dipikirkan Biden bahwa dia memiliki kapasitas untuk melakukannya,” bantah Nachman.