GridHot.ID - Tentara Nasional Indonesia (TNI) memiliki sejumlah pasukan elite.
Sebut saja Kopaska dan Denjaka yang berasal dari TNI AL, Kopassus dari TNI AD, Kopasgat dari TNI AU, serta Koopsus yang merupakan gabungan pasukan elite TNI yang terdiri dari pasukan-pasukan elite di tiga matra.
Lalu, bagaimana dengan Den Harin atau Datasemen Harimau yang konon lebih menakutkan daripada Kopassus?
Den Harin dikenal sebagai pelindung terakhir Soekarno.
Melansir Tribun Jambi (7/11/2019), setelah Indonesia memproklamasikan
kemerdekaannya, Belanda ingin kembali merebut kekuasaan.
Proklamasi kemerdekaan Indonesia yang dibacakan oleh Soekarno-Hatta
pada 17 Agustus 1945 ternyata tidak diketahu secara merata.
Khususnya oleh rakyat Sulawesi Selatan karena masih jarang yang memiliki
radio.
Oleh karena itu, pasukan NICA dan KNIL yang sudah dibebaskan oleh
pasukan Jepang dari tahanan memanfaatkan situasi minimnya informasi di
Sulawesi Selatan itu untuk mengambil alih kekuasaan.
Pasukan NICA dan KNIl yang dengan cepat melakukan konsolidasi itu
langsung memiliki pengaruh karena didukung persenjataan hasil rampasan
dari pasukan Jepang yang sudah menyerah kepada Sekutu.
Pada 24 September 1945, pasukan Sekutu (Australia-Belanda) mendarat di
Makassar untuk melaksanakan misi pembebasan tawanan pasukan
Belanda yang ditahan Jepang sekaligus melucuti persenjataan pasukan
Jepang.
Pasukan Sekutu itu selain membawa pasukan Belanda juga membekali diri
dengan “surat sakti”, yakni Perjanjian Postdam yang ditandatangani pada
26 Juli 1945.
Isi perjanjian Postdam itu menyatakan bahwa “wilayah yang diduduki
musuh” (occupied area) harus dikembalikan kepada penguasa semula.
Jika isi perjanjian itu dikaitkan dengan Indonesia, berarti pasukan Jepang
harus mengembalikan Indonesia kepada Belanda.
Singkat kata Belanda memang ingin menguasai Indonesia lagi dan
menjadikan Makassar sebagai ibu kota Negara Indonesia Timur.
Para pejuang kemerdekaan di Makassar pun kemudian membentuk
pasukan perlawanan demi melawan pasukan Belanda.
Pasukan perlawanan yang saat itu berhasil dibentuk untuk
mempertahankan kemerdekaan RI adalah Laskar Pemberontak Rakyat
Indonesia Sulawesi (Lapris).
Salah satu pejuang Lapris yang kemudian gugur dan menjadi pahlawan
nasional adalah Robert Wolter Mongisidi.
Karena perlawanan pasukan Lapris selalu berhasil dipukul mundur oleh
pasukan Belanda, kekuatannya menjadi terpecah-pecah.
Pada serangan militer Belanda yang dilancarkan pada 8 Agustus 1946,
kubu pasukan Lapris yang berada di Gunung Ranaya berhasil dihancurkan
dan para pejuang Lapris pun memilih turun gunung
Mereka kemudian melanjutkan perlawanan melalui taktik peperangan
secara gerilya.
Salah satu personel yang terus bertempur secara gerilya adalah Maulwi
Saelan, yang kelak menjadi pengawal pribadi Presiden Soekarno.
Maulwi yang pada puncak kariernya berpangkat kolonel juga menjabat
sebagai Wakil Komandan Pasukan Pengawal Presiden, Cakrabirawa.
Setelah turun gunung dan kembali meneruskan perjuangan ke Makassar,
Maulwi dan rekan-rekan seperjuangan kemudian mencari nama baru bagi
pasukan gerilyanya yang juga merupakan pasukan khusus itu.
Karena pada masa penjajahan Jepang Maulwi dan rekannya suka
menonton film yang ada harimaunya, pasukan gerilya Maulwi kemudian
dinamai Pasukan Harimau Indonesia.
Laskar Harimau Indonesia ini memang terkenal militan karena terdiri dari
para pejuang kelompok pelajar SMP Nasional yang umumnya mahir
berbahasa Belanda.
Mereka pernah menyerang dan menduduki Hotel Empres pada 29 Oktober
1945 dari tangan NICA serta berhasil membebaskan rekan yang semula
ditahan oleh NICA.
Komandan Pasukan Harimau Indonesia adalah Muhammad Syah, Wakil
Komandan Robert Wolter Mongisidi, dan Maulwi Saelan sendiri menjabat
sebagai Kepala Staf.
Seperti tertulis dalam buku Maulwi Saelan: Penjaga Terakhir Seokarno,
dalam strategi tempurnya Pasukan Harimau Indonesia memiliki taktik dan
strategi tempur khusus.
Yakni menyerang dan merampas persenjataan pasukan Belanda dengan
target individu atau kelompok kecil serdadu NICA, KNIL, polisi, kaki tangan
Belanda, serta gudang amunisi.
Jika digambarkan sebagai pasukan jaman sekarang Pasukan Harimau
Indonesia ini memang seperti pasukan khusus yang bertempur secara
senyap, mahir melaksanakan sabotase sasaran vital musuh, menimbulkan
ketakutan dan kepanikan terhadap kehidupan sehar-hari pasukan Belanda,
menghadang distribusi logistik, dan lainnya.
Pasukan Harimau Indonesia yang dibentuk di Makassar pada era Perang
Kemerdekaan ini sangat populer.
ABRI (TNI) di era Orde Baru pun memiliki pasukan khusus yang dinamai
Datasemen Harimau (Den Harin) yang bertugas mengawal Presiden secara
senyap.
Tapi keberadaan "pasukan super" yang dianggap jauh lebih hebat dari
Kopassus ini masih gelap dan simpang siur karena tidak adanya bukti yang
otentik.
Padahal sebagai satuan khusus yang dibentuk secara resmi oleh
pemerintah, jika Den Harin memang ada pasti ada bukti dan dokumen
otentiknya.
Itulah cerita tentang pasukan khusus Den Harin yang konon menjadi
penjaga presiden Indonesia. (*)
Source | : | Tribun Jambi |
Penulis | : | Siti Nur Qasanah |
Editor | : | Siti Nur Qasanah |
Komentar