Follow Us

facebookinstagramyoutube_channeltwitter

Keputusan Lesti Kejora Maafkan Suami hingga Pilih Cabut Laporan KDRT Bikin Geram Netizen, Istri Rizky Billar Kini Disebut Terkena Sindrom Stockholm, Ternyata Ini Gejalanya

Desy Kurniasari - Senin, 17 Oktober 2022 | 11:42
Lesti Kejora mencabut laporan KDRT atas suaminya, Rizky Billar
kolase tribunnews

Lesti Kejora mencabut laporan KDRT atas suaminya, Rizky Billar

GridHot.ID - Diketahui sebelumnya jika Lesti Kejora sempat melaporkan Rizky Billar ke polisi karena kasus KDRT.

Namun setelah proses penahanan, Lesti Kejora mencabut laporannya hingga akhirnya Rizky Billar tak ditahan.

Terkait hal tersebut, netizen menduga Lesti Kejora mengalami Stockholm Syndrome.

Melansir Kompas.com, pedangdut Lesti Kejora mencabut laporan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap suaminya, Rizky Billar, dengan sebuah perjanjian

Lesti menyampaikannya ketika menggelar jumpa pers di Polres Metro Jakarta Selatan didampingi keluarga dan kuasa hukumnya, Sandy Arifin.

"Alhamdulillah kami sudah buat perjanjian, insya Allah tidak terulang lagi," kata Lesti pada Jumat (14/10/2022).

Namun, Lesti tidak menjelaskan perjanjian yang dimaksud.

Adapun Lesti mencabut laporan terhadap suaminya karena faktor anak.

"Alasannya anak saya, karena mau bagaimanapun suami saya, bapak dari anak saya," kata Lesti.

"Dan beliau alhamdulillah sudah mengakui perbuatannya, meminta maaf kepada saya dan bapak saya. Keluarga saya begitu memaafkan perbuatan suami saya," kata Lesti.

Sebelumnya diberitakan Rizky Billar melalui kuasa hukumnya, Philipus Sitepu, memastikan bahwa Lesti Kejora sudah mencabut laporan kasus KDRT terhadap kliennya pada Kamis (13/10/2022).

Baca Juga: Anak Endang Mulyana Bukan yang Pertama, Inilah Deretan Artis yang Pernah Jadi Korban KDRT Suami, Hanya Lesti Kejora yang Pilih Pertahankan Rumah Tangga

Philipus Sitepu menekankan, Rizky Billar dan Lesti Kejora sudah berdamai dengan menandatangani surat perdamaian.

"Kemudian, kami sudah memohonkan agar diadakan restorative justice terhadap perkara Rizky Billar dan Lesti," ucap Philipus Sitepu.

Mengingat keduanya sudah saling memaafkan dan keduanya ingin membina hubungan yang lebih baik lagi, dan sudah sepakat untuk tidak melanjutkan perkara ini ke jenjang yang lebih jauh," tutur Philipus Sitepu melanjutkan.

Dilansir dari bangkapos.com, keputusan Lesti Kejora untuk berdamai dengan suaminya, Rizky Billar yang sebelumnya melakukan tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) membuat banyak netizen geram.

Diketahui Lesti mencabut laporan terhadap suaminya itu demi memperbaiki rumah tangga mereka.

Hal itulah yang membuat banyak netizen menilai perubahaan sikap Lesti dengan istilah Stockholm syndrome, apa itu?

Stockholm Syndrome merupakan munculnya perasaan bersimpati tehadap pelaku kekerasan.

Selain kasus kekerasan, orang biasa juga dapat mengembangkan kondisi psikologis ini sebagai respons terhadap berbagai jenis trauma.

Sindrom ini adalah respons psikologis.

Dilansir dari Healthline, sindrom ini terjadi ketika sandera atau korban pelecehan terikat dengan penculik atau pelakunya.

Hubungan psikologis ini berkembang selama berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun ditahan atau dianiaya.

Baca Juga: Dulu Disebut-sebut Mirip Lesti Kejora, Cimoy Montok Kini Tuai Pujian Berkat Penampilannya, Ada Ukiran Tato di Bagian Tubuhnya Ini

Dengan sindrom ini, sandera atau korban pelecehan mungkin bersimpati dengan penculiknya.

Ini adalah kebalikan dari ketakutan, teror, dan penghinaan yang mungkin diharapkan dari para korban dalam situasi ini.

Seiring berjalannya waktu, beberapa korban memang mengembangkan perasaan positif terhadap penculiknya.

Mereka bahkan mungkin mulai merasa seolah-olah mereka memiliki tujuan dan tujuan yang sama. Korban mungkin mulai mengembangkan perasaan negatif terhadap polisi atau pihak berwenang.

Mereka mungkin membenci siapa pun yang mungkin mencoba membantu mereka melarikan diri dari situasi berbahaya yang mereka hadapi.

Paradoks ini tidak terjadi pada setiap sandera atau korban, dan tidak jelas mengapa hal itu terjadi.

Banyak psikolog dan profesional medis menganggap sindrom Stockholm sebagai mekanisme koping, atau cara untuk membantu korban menangani trauma dari situasi yang menakutkan.

Gejala sindrom Stockholm

Muncuk perasaan positif terhadap orang yang menahan mereka atau menyiksa mereka.

Muncul perasaan negatif terhadap polisi, figur otoritas, atau siapa pun yang mungkin mencoba membantu mereka melarikan diri dari penculiknya.

Mereka bahkan mungkin menolak untuk bekerja sama melawan penculiknya.

Baca Juga: Lesti Kejora Pilih Memaafkan dan Cabut Laporan KDRT Rizky Billar, Ustaz Subkhi: Harga Darah Manusia Itu Mahal

Korban mulai memahami kemanusiaan penculiknya dan percaya bahwa mereka memiliki tujuan dan nilai yang sama. Perasaan ini biasanya terjadi karena situasi emosional dan penuh muatan yang terjadi selama situasi penyanderaan atau siklus pelecehan.

Seiring waktu, persepsi itu mulai membentuk kembali dan mengubah cara mereka memandang orang yang menyandera atau melecehkan mereka.

Sindrom Stockholm adalah strategi koping.

Individu yang dilecehkan atau diculik dapat mengembangkannya.

Ketakutan atau teror mungkin paling umum dalam situasi ini, tetapi beberapa individu mulai mengembangkan perasaan positif terhadap penculik atau pelakunya.

Mereka mungkin tidak ingin bekerja sama atau menghubungi polisi. Mereka bahkan mungkin ragu-ragu untuk menghidupkan pelaku atau penculik mereka.

Sindrom Stockholm bukanlah diagnosis kesehatan mental resmi.

Sebaliknya, itu dianggap sebagai mekanisme koping. Individu yang dilecehkan atau diperdagangkan atau yang menjadi korban inses atau teror dapat mengembangkannya.

Perawatan yang tepat dapat sangat membantu pemulihan.(*)

Source :Kompas.comBangkapos.com

Editor : Grid Hot

Baca Lainnya





PROMOTED CONTENT

Latest

Popular

Tag Popular

x