"Batik motif Parang termasuk batik larangan karena berfilosofi dan bermakna tinggi," kata pengusaha batik, Gunawan Setiawan.
"Maksud larangan adalah pemakainya teruntuk bukan kalangan biasa, motif batik tersebut pemakainya khusus raja, kalangan istana/keluarga raja," katanya.
"Ada juga motif larangan selain parang yaitu batik motif Kawung, sawat dan semen, dan lereng," tambahnya lagi.
Lebih lanjut, Gunawan menerangkan batik Parang sebagai simbol atau lambang penguasa, kecemerlangan dan keagungan.
"Kecemerlangan dan keagungan, indentik dengan simbol/lambang penguasa," terang dia.
"Hal ini terlihat di motif batik Parang Rusak dan melahirkan turunan motif-motif batik parang lainnya," tambahnya.
Keraton-keraton trah Mataram Islam memang memiliki beberapa motif batik larangan.
Tidak hanya di Pura Mangkunegaran, tetapi hal itu juga berlaku di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Pura Paku Alam, dan Keraton Kasunanan Surakarta.
Di Keraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, misalnya.
Motif batik larangan biasanya disebut dengan Awisan Dalem, dikutip dari situs resmi kratonjogja.id.
Diantaranya, Parang Rusak Barong, Parang Rusak Gendreh, Parang Klithik, Semen Gedhe Sawat Gurdha, Semen Gedhe Sawat Lar, Udan Liris, Rujak Senthe, Parang-parangan, Cemukiran, Kawung, dan Huk.