GridHot.ID - Tasyakuran pernikahan Kaesang Pangarep dan Erina Gudono akan diadakan di Pendapa Pura Mangkunegaran, Kota Solo, pada Minggu (11/12/2022).
Dilansir dari Kompas.com, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkap alasan mengapa menggunakan Pendapa Pura Mangkunegaran.
Itu karena gedung pernikahan miliknya, Graha Saba Buana, di Kota Solo, sedang tidak bisa digunakan.
"Karena gedungnya kepakai, sebetulnya kita punya gedung sendiri, yang dulu Mas Gibran dan Mbak Kahiyang di situ (pernikahan)," kata Jokowi usai rapat kumbokarnan, Minggu (4/12/2022).
"Mentang-mentang gedung sendiri, langsung disuruh pindah hari atau pindah gedung. Tidak bisa. Memang itu alasan sebenarnya," sebut Jokowi.
Diketahui dari TribunSolo.com, rupanya ada peraturan khusus bagi tamu undangan yang menghadiri acara tasyakuran pernikahan Kaesang Pangarep dan Erina Gudono di Pendapa Pura Mangkunegaran.
Salah satu peraturan itu berkaitan dengan pakaian.
Para tamu pernikahan Kaesang dan Erina disarankan untuk tidak memakai batik Parang/Lereng saat menghadiri acara tersebut. Itu sesuai dengan saran yang diberikan KGPAA Mangkunegara X.
Usut punya usut, batik Parang rupanya masuk dalam motif batik larangan di Pura Mangkunegaran.
Motif batik larangan, untuk diketahui, merupakan motif tertentu yang tidak boleh dipakai oleh orang kebanyakan.
Bila merujuk penjelasan di situs resmi Pura Mangkunegaran, motif batik Parang hanya boleh dikenakan Adipati dan keluarganya. Khususnya di area keraton atau pura.
"Batik motif Parang termasuk batik larangan karena berfilosofi dan bermakna tinggi," kata pengusaha batik, Gunawan Setiawan.
"Maksud larangan adalah pemakainya teruntuk bukan kalangan biasa, motif batik tersebut pemakainya khusus raja, kalangan istana/keluarga raja," katanya.
"Ada juga motif larangan selain parang yaitu batik motif Kawung, sawat dan semen, dan lereng," tambahnya lagi.
Lebih lanjut, Gunawan menerangkan batik Parang sebagai simbol atau lambang penguasa, kecemerlangan dan keagungan.
"Kecemerlangan dan keagungan, indentik dengan simbol/lambang penguasa," terang dia.
"Hal ini terlihat di motif batik Parang Rusak dan melahirkan turunan motif-motif batik parang lainnya," tambahnya.
Keraton-keraton trah Mataram Islam memang memiliki beberapa motif batik larangan.
Tidak hanya di Pura Mangkunegaran, tetapi hal itu juga berlaku di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Pura Paku Alam, dan Keraton Kasunanan Surakarta.
Di Keraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, misalnya.
Motif batik larangan biasanya disebut dengan Awisan Dalem, dikutip dari situs resmi kratonjogja.id.
Diantaranya, Parang Rusak Barong, Parang Rusak Gendreh, Parang Klithik, Semen Gedhe Sawat Gurdha, Semen Gedhe Sawat Lar, Udan Liris, Rujak Senthe, Parang-parangan, Cemukiran, Kawung, dan Huk.
Kehadiran motif-motif batik larangan sudah ada sejak zaman dulu. Kala itu, pemakaian motif-motif tersebut sangat ketat.
"Kalau jaman aturan pemakaian batik ketat seperti dahulu, ya tidak boleh dipakai untuk masyarakat umum," ucap dia. (*)