"Sempat saya syuting jadi figuran di Menteng, dapat satu scene aja. 15 menit baru selesai, ayah saya datang sambil bawa pistol. Dia suruh saya pulang," ucapnya.
"Tanpa pikir panjang saya langsung pulang dan pamit sama semua tim produksi," sambungnya.
Suatu waktu, Latief menyebut sang ayah dinas ke luar kota jadi kesempatan bagi pria kelahiran Binjai, Sumatera Utara, 10 Mei 1942 ini untuk kabur dari rumah.
Latief pun pergi ke Tanjung Priok ke tempat omnya. Ia tinggal di asrama karena pamannya bekerja sebagai anggota Brimob.
"Ceritanya seminggu kemudian ada penerimaan Ganyang Malaysia. Saya mikir sambil kesal karena film gabisa, saya daftar ke Brimob jadi Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP), sekarang jadi Pos guard pengawal pantai," jelasnya.
"Saya lulus dan melakukan pelatihan selama sembilan bulan dan dikirimlah saya ke Riau untuk bersiap perang," sambungnya.
"Terus saya mangkal di Dumai, sata keliling Kepulauan Riau lah. Begitu kembali ke pangkalan di Dumai, kenal sama wanita yang jadi istri saya," ungkapnya.
Kemudian, Latief dipindah tugaskan ke daerah Balawan, Medan, Sumatera Utara. Ia mengelilingi wilayah sana untuk melakukan patroli laut
"Terus saya nonton televisi lah, saya melihat rekan-rekan saya sudah maju dan sukses seperti Rima Melati, Rhoma Irama, dan banyak lah. Saya jadi keinginan buat balik lagi jadi seniman sukses," katanya.
Suami Lailawaty Hasibuan ini pun meminta bantuan kepada sang ayah, untuk dibuatkan surat pemindahan dari Belawan ke Jakarta.
Baru enam bulan di Jakarta, Latief dipanggil oleh TVRI untuk mengisi program seni. Namun, ia sempat ragu karena hampir 20 tahun tidak bermain peran.