"Kita ingin membangun polisi yang profesional atau tidak? Kalau taat pada pimpinan untuk melakukan hal yang salah diampuni, artinya kita permisif pada pelanggaran dan jauh dari semangat membangun polisi profesional," tuturnya.
Bambang juga menyinggung ihwal perbedaan landasan hukum tentang sanksi PTDH bagi polisi yang terbukti bersalah melakukan kejahatan.
Jika merujuk Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 14 tahun 2011 yang kemudian direvisi menjadi Perkap Nomor 7/2022, disebutkan bahwa sanksi berat PTDH bisa diberlakukan untuk personel Polri yang mendapatkan ancaman hukuman pidana tahanan 5 tahun, dan divonis 3 tahun yang sudah berketetapan hukum atau inkrah.
Merujuk aturan itu, Bambang bilang, ada peluang Richard bisa kembali aktif sebagai anggota Polri.
Namun demikian, Perkap tersebut bertolak belakang dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 tahun 2003.
Beleid itu menyatakan bahwa sanksi PTDH berlaku ke personel yang divonis pidana tanpa batasan waktu.
"Sepengetahuan saya dalam tata perundangan, PP tentu lebih tinggi dari Perkap. Kalau Perkap bertentangan dengan PP, otomatis pasal dalam Perkap itu gugur dengan sendirinya," terang Bambang.
Bambang pun menilai keinginan Richard untuk tetap berada di ke polisian tidaklah mudah.
(*)