"Jarang heli atau pesawat yang selamat melintas di atas Gunung Batuah dan Renah Si Hijau," kata dia lagi.
Untuk itu, tim evakuasi seharusnya memuliakan kearifan leluhur dengan menghormati alam dan tanah sekitar yang berhutan dan berbukit.
"Secara adat seharusnya minta tolong ke kami Depati Muaro Langkap, melalui sirih sekapur," kata dia.
Sirih sekapur atau pinang ini bermakna minta izin, minta dimudahkan.
Setelah bertemu dengan penguasa wilayah adat, maka depati sebagai perantara yang meminta hajat, berkomunikasi dengan seluruh lapis mahluk hidup yang berada bukit, lokasi helikopter mendarat darurat.
"Tidak banyak, ini sebagai tanda kita menghormati alam raya seperti membawa sirih selembar, pinang. Ya selayaknya seperti sirih orang mengundang," katanya.
"Kita kasihan pada petinggi yang tersandera cuaca buruk," katanya lagi.
Budayawan Jambi, Nukman menuturkan, masyarakat setempat meyakini bahwa titik mendarat darurat helikopter sebagai wilayah yang jarang ditempuh orang biasa.
Ini adalah bagian dari warisan leluhur, kearifan yang turun temurun diwariskan untuk menjaga keseimbangan alam. Tentu pola kearifan dan pikiran baik itu yang harus diikuti oleh tim evakuasi. Misalnya mengikuti arah ajun pemilik wilayah, dalam hal ini Depati Muaro Langkap.
"Pola-pola ini tentu kita terjemahkan dengan baik, dan ini berbeda dengan pendekatan ilmu modern tentunya," katanya.
Tim tentu sudah memedomani pergerakan angin dari gunung ke lembah dan sebaliknya.
Tinggal sejauh mana menggabungkan dua pendekatan ini menjadi satu, pendekatan teknologi modren dan ilmu pengetahuan nenek moyang.
"Kita berdoa semoga semua diberi kekuatan dan kemudan," tutupnya.
Sebagai informasi, helikopter yang membawa rombongan Irjen Rusdi mendarat darurat dalam hutan Kabupaten Kerinci, Jambi, pada Minggu (19/2/2023).
Peristiwa itu terjadi saat rombongan Rusdi hendak meresmikan gedung baru SPKT Polres Kerinci.
Hingga kini, upaya evakuasi Rusdi dan rombongannya masih terus diupayakan. (*)
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Siti Nur Qasanah |
Editor | : | Siti Nur Qasanah |
Komentar