Sembilan bulan pascakemerdekaan, salah seorang intel Indonesia, yaitu Kolonel Zulkifli Lubis, mendirikan Field Preparation (Persiapan Lapangan).
Field Preparation adalah unit khusus intelijen.
Fungsi dari Field Preparation adalah melakukan pengamatan dan mempersiapkan situasi lapangan dengan menggalang dukungan bagi kepentingan Republik di seluruh Indonesia.
Anggotanya juga berasal dari berbagai macam latar belakang profesi. Ada yang dari alumni PETA (Pembela Tanah Air) hingga kalangan seniman.
Tanpa ragu-ragu, Edi dan Sofia langsung mendaftarkan diri sebagai anggota dan diterima.
Sofia WD diberi pangkat sersan mayor dan Edi berpangkat kapten.
Sebagai anggota FP, Sofia dan Edi ditugaskan ke Purwakarta. Baru beberapa waktu tinggal di sana, Agresi Militer Belanda I terjadi pada 21 Juli 1947.
Sofia dan Edi kemudian lari ke Garut untuk mengamankan diri.
Namun, sesampainya di sana, Sofia dan Edi harus terpisah. Sang suami bergerilya di hutan, sedangkan Sofia tetap di perkotaan.
Awalnya, semua berjalan dengan baik, sampai suatu hari, Sofia WD mendapat kabar bahwa sang suami diculik dan dibunuh secara keji oleh Laskar Sabilillah, sebuah unit bagian kelompok dari DI/TII.
Konon, peristiwa ini terjadi di Kampung Bungur, Desa Samida, Jawa Barat, pada 23 Oktober 1947.