Follow Us

facebookinstagramyoutube_channeltwitter

Terbukti Rugikan Negara Rp 738 Milliar, Jhon Irfan Kenway Resmi Divonis 10 Tahun Penjara Usai Lakukan Korupsi Helikopter AW-101, Eks KSAU Berikan Pembelaan Begini

Akhsan Erido Elezhar - Kamis, 23 Februari 2023 | 16:25
Penyidik KPK melakukan pemeriksaan fisik pada Helikopter Agusta Westland (AW) 101 di Hanggar Skadron Teknik 021 Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (24/8/2017). Pemeriksaan fisik dilakukan terkait penyidikan kasus dugaan korupsi pembelian helikopter buatan Inggris dan Italia tersebut.
Tribunnews

Penyidik KPK melakukan pemeriksaan fisik pada Helikopter Agusta Westland (AW) 101 di Hanggar Skadron Teknik 021 Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (24/8/2017). Pemeriksaan fisik dilakukan terkait penyidikan kasus dugaan korupsi pembelian helikopter buatan Inggris dan Italia tersebut.

Laporan Wartawan Gridhot.ID - Akhsan Erido Elezhar

Gridhot.ID -Jhon Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh alias Irfan Kurnia divonis 10 tahun penjara ditambah denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan bui.

Dilansir Gridhot.ID dari aritkel terbitan Tribunnews, 23 Februari 2023, Direktur PT Diratama Jaya Mandiri sekaligus pengendali PT Karsa Cipta Gemilang itu terbukti bersalah dalam perkara korupsi Helikopter AgustaWestland (AW)-101.

"Menyatakan terdakwa John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," ucap Ketua Majelis Hakim Djumyanto di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Rabu (22/2/2023).

Irfan Kurnia juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp17,22 miliar.

"Menjatuhkan uang pengganti sebesar Rp17,22 miliar subsider dua tahun penjara," imbuh hakim.

Hakim menybut Irfan Kurnia terbukti melakukan sejumlah perbuatan secara melawan hukum yakni, pertama, melakukan pengaturan spesifikasi teknis pengadaan Helikopter AW-101.

Kedua, melakukan pengaturan proses pengadaan Helikopter AW-101.

Ketiga, menyerahkan barang hasil pengadaan berupa Helikopter AW-101 yang tidak memenuhi spesifikasi.

Dalam menjatuhkan vonis, hakim memiliki sejumlah pertimbangan memberatkan dan meringankan.

Baca Juga: Jangan Ceroboh, Ada Beberapa Penyebab Sakit Maag Kambuh Saat Puasa, Salah Satunya Melewatkan Sahur

Hal memberatkan, disebut hakim, yaitu perbuatan Jhon Irfan Kenway bertentangan dengan upaya negara atau pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

Sementara untuk hal meringankan, hakim memandang Irfan Kurnia bersikap sopan selama persidangan, belum pernah dipidana, dan masih mempunyai tanggungan keluarga.

Vonis ini lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Di mana sebelumnya jaksa KPK menuntut Irfan dihukum 15 tahun penjara.

Selain itu, kewajiban pembayaran uang pengganti yang dijatuhkan hakim kepada Irfan juga meleset dari permintaan penuntut umum KPK. Di mana sebelumnya JPU menuntut Irfan membayar uang pengganti sebesar Rp177,7 miliar.

Dalam dakwaan, perbuatan John Irfan Kenway telah merugikan negara sebesar Rp738,9 miliar terkait pengadaan Helikopter AW-101 yang ditujukan untuk kendaraan VIP/VVIP presiden.

Kerugian negara didapat sebagaimana Laporan Hasil Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas Pengadaan Helikopter Angkut AW-101 di TNI Angkatan Udara Tahun 2016 yang dilakukan ahli dari Unit Forensik Akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi pada KPK Nomor: LHA-AF-05/DNA/08/2022 tanggal 31 Agustus 2022.

Perbuatan Irfan tersebut dilakukan bersama-sama dengan Lorenzo Pariani selaku Head of Region Southeast Asia Leonardo Helicopter Division AgustaWestland Products, Bennyanto Sutjiadji selaku Direktur Lejardo, Pte. Ltd., Agus Supriatna selaku Kepala Staf Angkatan Udara dan Kuasa Pengguna Anggaran Januari 2015-Januari 2017, Heribertus Hendi Haryoko selaku Kepala Dinas Pengadaan Angkatan Udara (Kadisada AU) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada 2015-20 Juni 2016.

Selanjutnya bersama-sama dengan Fachri Adamy selaku Kadisada AU dan PPK pada 20 Juni 2016-2 Februari 2017, Supriyanto Basuki selaku Asisten Perencanaan dan Anggaran (Asrena) Kasau pada 2015-Februari 2017, dan Wisnu Wicaksono selaku Kepala Pemegang Kas Mabes TNI AU periode 2015-Februari 2017.

Diketahui pagu anggaran Kementerian Pertahanan dan TNI tahun anggaran 2016 adalah Rp13,313 triliun dan sebesar Rp742,5 miliar dialokasikan untuk pengadaan helikopter VIP/VVIP presiden.

Baca Juga: Sangat Mudah dan Bisa Dilakukan Sendiri, Inilah 4 Cara Aman Menyuruh Khodam Leluhur Pendamping Manusia, Anda Berani Coba?

Irfan Kurnia lalu melakukan pendekatan ke Asrena Kasau Mohammad Syafei pada Mei 2015 dan membicarakan agar Helikopter AW-101 dapat diterbangkan pada acara HUT TNI AU tanggal 4 April 2016.

Maka pada 14 Oktober 2015, Irfan langsung memesan satu unit Helikopter VVIP AW-101 kepada Perusahaan AgustaWestland dan pada 15 Oktober 2015 ia membayar uang tanda jadi (booking fee) sebesar 1 juta dolar AS atau Rp13.318.535.000 atas nama PT Diratama Jaya Mandiri kepada AgustaWestland. Padahal saat itu belum ada pengadaan Helikopter VVIP di lingkungan TNI AU.

Helikopter itu sesungguhnya adalah Helikopter AW-101 Nomor Seri Produksi (MSN) 50248 yang selesai diproduksi pada 2012 dengan konfigurasi VVIP yang merupakan pesanan Angkatan Udara India.

Namun, dalam rapat kabinet terbatas 3 Desember 2015, Presiden Joko Widodo bahkan meminta agar pembelian Heli AW-101 tidak dilakukan karena kondisi ekonomi tidak normal sehingga anggaran heli VVIP RI1 diblokir sebesar Rp742,5 miliar.

Oleh karena Irfan telah memesan Heli AW-101 dan sudah membayar tanda jadi maka Kasau saat itu Agus Supriatna melalui Asrena Kasau Supriyanto Basuki membuat usulan perubahan pengadaan yang semula pengadaan helikopter VVIP RI-1 menjadi helikopter angkut berat, meski spesifikasi hanya ditambahkan Cargo Door on the starboard side (inc. type III escape hatch) dengan harga usulan Rp742.475.410.040.

"Padahal seharusnya spesifikasi teknis helikopter angkut AW-101 Seri 500 dengan konfigurasi misi angkut berbeda dengan spesifikasi teknis Helikopter AW-101 Seri 600 dengan konfigurasi VVIP," kata Jaksa Arief saat membacakan surat dakwaan Irfan, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (12/10/2022).

Heribertus selaku Kadisada TNI AU sekaligus PPK lalu membuat harga perkiraan sendiri (HPS) dan langsung menyebut helikopter merek AW-101 sebagaimana arahan Agus Supriatna dengan estimasi harga total sebesar Rp739.186.746.815,30, meskipun saat itu pagu anggaran pengadaan helikopter masih diblokir.

Irfan lalu menyiapkan dua perusahaan untuk dijadikan peserta lelang, yaitu PT Diratama Jaya Mandiri sebagai perusahaan pemenang dan PT Karsa Cipta Gemilang sebagai perusahaan pendamping.

Ia juga menyiapkan perusahaan dengan nama Lejardo, Pte. Ltd. di Singapura sebagai perusahaan yang seolah-olah punya kontrak dengan Leonardo (AgustaWestland) untuk pengadaan Helikopter AW-101. Padahal, Lejardo, Pte. Ltd. tidak mempunyai pengalaman pekerjaan terkait pengadaan pesawat helikopter.

Baca Juga: Ustaz Abdul Somad Bongkar Kemuliaan Bagi Mereka yang Menjalankan Puasa Senin Kamis, Ungkap Jawaban Rasulullah SAW yang Luar Biasa

Irfan juga menyiapkan dokumen untuk pengadaan Helikopter Angkut AW-101 baik dari PT Diratama Jaya Mandiri maupun dari PT Karsa Cipta Gemilang, meski PT Karsa Cipta Gemilang belum pernah mempunyai pengalaman dalam hal pengadaan helikopter maupun sparepart helikopter.

Untuk memenuhi spesifikasi teknis sebagai helikopter angkut, Helikopter AW-101 seri 600 dengan konfigurasi VVIP yang telah dipesan Irfan juga diubah interiornya seolah-olah menjadi helikopter angkut.

Pada 27 Juni 2016, pemblokiran anggaran pengadaan Helikopter AW-101 dibuka dan pada 29 Juli 2016, Agus Supriatna lalu mengirim surat kepada Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu selaku Ketua Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) tentang Rencana Pembelian Helikopter AW-101, meski sudah ada penetapan pemenang pengadaan dan penandatanganan kontrak senilai Rp738,9 miliar.

Pada 18 Juli 2016, Kadisada AU Fachri Adamy kemudian menetapkan PT Diratama Jaya Mandiri sebagai pemenang pengadaan Helikopter Angkut AW-101 senilai Rp738,9 miliar.

Dari pembayaran tahap 1 senilai Rp436.689.900.000 pada 5 September 2016, sebesar 4 persen yaitu Rp17,733 miliar dipergunakan sebagai Dana Komando (DAKO/DK) untuk Agus Supriatna sehingga pembayaran untuk PT Diratama Jaya Mandiri hanya sebesar Rp418.956.300.000.

Pada 14 September 2016, Panglima TNI Gatot Nurmantyo mengirimkan surat kepada Kasau agar membatalkan kontrak pengadaan Helikopter Angkut AW-101.

Dikutip Gridhot.ID dari artikel terbitan Kompas.com, 22 Februari 2023, namun, Mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Agus Supriatna disebut enggan membatalkan rencana pengadaan helikopter Agusta Westland (AW)-101 sebagaimana yang perintahkan oleh Panglima TNI saat itu, Jenderal TNI Gatot Nurmantyo.

Hal itu disampaikan anggota majelis hakim dalam pertimbangan putusan kasus korupsi pengadaan helikopter angkut Agusta Westland (AW)-101 di lingkungan TNI Angkatan Udara (AU) tahun 2015-2017 terhadapDirektur PT Diratama Jaya Mandiri John Irfan KenwayaliasIrfan Kurnia Saleh.

"Bahwa setelah dilakukannya penandatanganan kontrak pengadaan helikopter Angkut AW-101 antara TNI AU dengan PT Diratama Jaya Mandiri pada tanggal 14 September 2016, Panglima TNI mengirimkan surat kepada KSAU dengan Nomor: B/4091/IX/2016 perihal pembatalan kontrak terkait pengadaan helikopter angkut AW-101,” kata hakim dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (22/2/2023).

Baca Juga: Membawa Makna Baik di Masa Depan, Inilah 4 Arti Kedutan Area Siku Kiri Menurut Primbon Jawa, Konon Diramalkann Segera Dapatkan Hal Ini

“Bahwa pelaksanaan kegiatan pengadaan helikopter angkut AW-101 yang dilakukan Mabes TNI AU melalui kontrak nomor: KJB/300/1192/DA/RM/2016/AU tanggal 29 Juli 2016 bertentangan dengan Undang-undang dan Peraturan Pengadaan serta arahan Presiden RI sehingga memerintahkan agar membatalkan kontrak tersebut," kata hakim.

Dalam pertimbangannya, hakim menyebut Agus Supriatna mengabaikan perintah Panglima TNI dengan menerbitkan disposisi kepada bawahannya agar melanjutkan pengadaan tersebut.

Agus Supriatna, kata hakim, tidak bersedia membatalkan kontrak dan memberikan disposisi kepada Wakasau, Asrena KSAU, Aslog KSAU, dan Kadisada AU dengan pesan melalui sebuah tulisan.

“Ini sistem APBN 2016 yang sudah harus dieksekusi dan sudah turun DIPA TNI AU untuk siapkan dokumen-dokumen dalam kesiapan menjawab masalah tersebut'," kata hakim menirukan perintah eks KSAU itu kepada anak buahnya.

Dihubungi usai persidangan, Agus Supriatna memberikan penjalasan mengenai alasannya tidak membatalkan pengadaan helikopter AW-101 tersebut.

Menurut dia, KSAU dengan Panglima TNI memiliki posisi yang sama sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Sehingga, yang dapat membatalkan rencana tersebut hanya Menteri Pertahanan (Menhan).

"Saya tidak bersedia membatalkan karena Panglima TNI dengan Kepala Staf Angkatan itu sama-sama KPA. Sehingga pengguna anggaran yang berhak membatalkan yaitu Menhan," kata Agus.

"Jadi, lucu, sama-sama KPA kok tidak langsung ke Menhan? Karena KPA itu tanpa ada Surat Keputusan Otorisasi Menteri (SKOM) tidak bisa mengadakan apa-apa, apalagi pesawat," jelas dia.

Agus Supriatna menjelaskan bahwa wewenang membatalkan pengadaan helikopter AW-101 hanyalah Menteri Pertahanan. Seharusnya, kata dia, Jenderal Gatot Nurmantyo mengirimkan surat tersebut kepada Menhan.

"Seharusnya Panglima TNI itu berkirim surat ke Menhan sehingga apa pun keputusan Menhan pasti semua KPA harus tunduk," kata eks KSAU itu.

(*)

Source :Kompas.com Tribunnews

Editor : Grid Hot

Baca Lainnya





PROMOTED CONTENT

Latest

Popular

Tag Popular

x