Gridhot.ID - Ustaz Abdul Somad membahas tentang kewajiban dalam melaksanakan pembayaran zakat fitrah.
Ustaz Abdul Somad kemudian membahas tentang zakat fitrah apakah boleh dibayar menggunakan uang atau beras.
Berikut penjelasan selengkapnya dari Ustaz Abdul Somad mengenai Zakat Fitrah.
Dikutip Gridhot dari Kompas.com, zakat fitrah adalah zakat yang diwajibkan atas setiap jiwa baik lelaki dan perempuan muslim yang dilakukan pada bulan Ramadhan hingga menjelang shalat Idul Fitri.
Zakat fitrah disebut juga dengan zakat al-fitr atau zakat al-nafs (zakat jiwa) yang dibayarkan setahun sekali.
Disebut zakat jiwa karena salah satu tujuan zakat fitrah adalah untuk membersihkan dan memurnikan jiwa seseorang.
Dengan kata lain, tujuan mengeluarkan zakat fitrah adalah untuk mensucikan diri setelah menunaikan ibadah di bulan Ramadhan. Caranya dengan memberikan beras atau makanan pokok kepada mereka yang berhak menerima zakat.
Selain itu, makna dari zakat fitrah adalah sebagai bentuk kepedulian terhadap sesama khususnya kepada mereka yang kurang mampu dengan membagi rasa kebahagiaan dan kemenangan di Hari Raya Idul Fitri.
Dikutip Gridhot dari Tribun Jateng, menurut Abdul Somad membayar zakat mengunakan uang itu sah-sah saja, karena zaman dulu pakai sistem barter, hal itu sesuai dengan Mazhab Hanafi.
Namun untuk Mazhab Syafi'i, Maliki, dan Hambali bayar zakat mengunakan makanan pokok.
"Nabi itu bayar zakat fitrah pakai apa Pak Ustaz?" UAS bertanya lalu memberikan jawabannya.
"Pakai empat. Yang pertama tamrin (kurma), yang kedua qamhin (gandum), ketiga zabib (kismis), yang keempat aqid (susu kambing dijemur kering/mentega). Tak ada pernah Nabi bayar (zakat fitrah) pakai beras," kata Ustadz Abdul Somad.
Ia kemudian melanjutkan, "Kalau ada orang yang mengatakan, bid’ah bayar zakat fitrah pakai duit,"
Kemudian dijelaskannya lagi "pakai beras pun bid’ah, karena Nabi tidak pernah bayar pakai beras”.
Ustaz Abdul Somad kemudian melanjutkan penjelasannya tentang bayar zakat fitrah dengan beras.
Jadi kenapa orang berani bayar pakai beras?
"Empat ini (kurma, gandum, kismis, dan aqid) makanan pokok, maka kita bayar pakai makanan pokok. Orang Pekanbaru makan nasi, bayar pakai beras. Kalau tinggal di Papua, bayar (pakai sagu)," ujarnya.
“Kebetulan di situ makan tiwul, bayarlah (pakai) gaplek. Gaplek tiwul bukan balak anam,” kata Ustaz Abdul Somad disambut tawa jamaah.
Tiwul adalah adalah makanan pokok pengganti nasi beras yang dibuat dari ketela pohon atau singkong.
Penduduk Wonosobo, Gunungkidul, Wonogiri, Pacitan, dan Blitar (Jawa Timur), dikenal mengonsumsi jenis makanan tiwul atau gaplek.
Sebagai makanan pokok, kandungan kalorinya lebih rendah daripada beras namun cukup memenuhi sebagai bahan makanan pengganti beras.
Tiwul pernah digunakan untuk makanan pokok sebagian penduduk Indonesia pada masa penjajahan Jepang.
Kemudian UAS kembali melanjutkan penjelasan dengan metode tanya jawab yang dilakoninya sendiri.
"Kalau ditanya Ustadz bayar zakat pakai apa?"
"Saya pribadi bayar pakai beras"
"Tak pernah pakai duit?"
"Tidak. Tapi saya tidak menyalahkan yang pakai duit, karena mazhab hanafi membolehkan. Satu mazhab membolehkan (pakai duit). Yang pakai beras atau makanan pokok tiga (mazhab),” kata Ustaz Abdul Somad.
(*)