Saya tahun 2014 ketika melakukan penelitian bersama seorang teman di Wamena dan Nduga, kami sempat temukan fakta bahwa wilayah pembangunan tiga di kabupaten Nduga, dari habema, mbua, dal sampai mugi, sangat tertinggal dan terisolir dalam pelayanan publik di bidang pendidikan dan kesehatan. Ini wilayah yang menjadi hak ulayat keluarga Egianus Kogoya.
Hampir sebagian besar balita dan anak-anak tidak pernah mendapat suntikan imunisasi. Sehingga kematian bayi dan anak sangat tinggi di wilayah ini.
Selain krisis kesehatan, proses pendidikan juga tidak berjalan maksimal. Banyak guru-guru tidak bekerja di wilayah ini. Mereka lebih banyak beraktivitas di kota Wamena.
Banyak anak usia sekolah dasar, tidak bisa menikmati pendidikan karena guru cuma satu yg aktif. Itupun cuma satu dan dua mata pelajaran yang diajarkan. Mata pelajaran lain tdk diajarkan, tetapi setiap terima raport, semua mata pelajaran ada nilainya dalam buku raport.
Banyak anak usia SMP yang belum bisa kenal huruf, tidak bisa baca dan berhitung. Untuk mengatasi ketertinggalan pendidikan, banyak orang tua murid dari Kabupaten Nduga, mengirim anak-anaknya untuk sekolah ke kota Wamena, yang lebih maju pendidikannya.
Egianus Kogoya juga dikirim orang tuanya untuk sekolah lanjut ke SMP di kota Wamena tahun 2011 pada saat usianya 12 tahun. Selama SMP di kota, Wamena, Egianus Kogoya sangat minder dan tertutup, karena mungkin dia belum bisa membaca dan berhitung dengan baik.
Selain itu juga, ini karakter umum anak-anak Papua. Saya pun waktu kuliah ke Yogya, awal ke kampus pun ada perasaan minder dan sangat insecure.
Selama sekolah SMP di Wamena, Egianus memiliki satu perilaku yang menonjol dan menjadi perhatian guru-gurunya.
Egianus akan ikut upacara bendera tapi tidak perna mau menyanyi lagu Indonesia Raya dan mengangkat tangannya untuk menghormati bendera merah putih.
Guru-gurunya sudah sering menegor dan menghukum Egianus. Disiplin hukuman tidak mengubah sikap dan perilaku Egianus.
Bahkan kadang Egianus mendapat kata-kata kasar penuh hinaan dan merendahnya. Disinilah letak persoalan banyak guru-guru di Papua.
Baca Juga: 6 Weton Ini Terkenal Punya Sifat yang Tenang, Emosi Stabil, Tak Mudah Terpengaruh Keadaan