GridHot.ID - Sidang kasus penganiayaan Crystalino David Ozora oleh terdakwa Mario Dandy Satriyo dan Shane Lukas digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (13/6/2023).
Mario Dandy mengaku menawarkan untuk membawa David Ozora ke rumah sakit dengan mobil miliknya.
Bahkan, Mario Dandy Satriyo mengaku hanya dua kali memukul Cristalino David Ozora.
Melansir tribunkaltim.co, sejumlah fakta baru terungkap dari sidang Mario Dandy yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (13/6/2023), salah satunya tentang perlakuan pelaku kepada David Ozora setelah terjadi penganiayaan.
Saat sidang, Mario Dandy bantah keterangan saksi yang menyebut dia tak menolong David Ozora.
Hal ini diungkapkan Mario Dandy dalam sidang pemeriksaan saksi yang menghadirkan Rudi Setiawan dan Natalia Puspita Sari di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (13/6/2023).
Mulanya Hakim Ketua Alimin Ribut Sujono bertanya kepada Mario, apakah dirinya ingin membantah kesaksian yang dinyatakan Rudi dan Natalia.
"Apakah keterangan dari saudara Rudi dan saudari Natalia benar? Atau ada yang tidak sesuai?," tanya hakim seperti dilansir Kompas.com.
Mario mengatakan, ada satu hal yang dirasa tidak benar olehnya.
Ia mengaku sudah menawarkan para saksi untuk membawa D ke rumah sakit menggunakan mobilnya.
"Saat itu saya menyampaikan ke saksi Rudi dan saksi Natalia bahwa saya bersedia mengantar ke rumah sakit," jawab Mario.
Kemudian, hakim bertanya, Mario menyatakan pernyataan itu kepada siapa saja.
"Saya menawarkan ke semuanya yang ada di sana, termasuk ke para saksi uang hadir. Saya mengatakannya dengan suara lantang," tutur Mario.
"Tidak mulia, saya tidak mendengar," ujar pasangan suami istri yang merupakan orangtua saksi R (15), teman D.
Untuk diketahui, Mario Dandy Satriyo merupakan anak pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan RI, Rafael Alun Trisambodo.
Mario menganiaya korban D pada 20 Februari 2023 di Kompleks Green Permata, Pesanggrahan, Jakarta Selatan.
Mario marah karena mendengar kabar dari saksi bernama Amanda (19) yang menyebut kekasihnya AG mendapat perlakuan tidak baik dari korban.
Mario lalu menceritakan hal itu kepada temannya, Shane Lukas.
Kemudian, Shane memprovokasi Mario sehingga Mario menganiaya korban sampai koma.
Shane dan AG ada di TKP saat penganiayaan berlangsung.
Shane juga merekam penganiayaan yang dilakukan Mario.
Kini, Shane dan Mario sudah ditetapkan sebagai terdakwa dan ditahan di ruang Lembaga Pemasyarakatan (LP) Salemba, Jakarta Pusat.
Mereka didakwa melakukan penganiayaan berat terencana terhadap D bersama Mario Dandy dan anak AG.
Khusus AG, hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan telah memvonis AG dengan hukuman penjara 3,5 tahun.
Hakim menyebut, AG terbukti bersalah karena turut serta melakukan penganiayaan berat dengan perencanaan terlebih dahulu terhadap D.
Putusan ini kemudian diperkuat oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Dilansir dari tribunjakarta.com, terdakwa Mario Dandy Satriyo mengaku hanya dua kali memukul Cristalino David Ozora.
Pengakuan itu disampaikan Mario kepada saksi bernama Rudi, salah satu orang memberikan pertolongan kepada David.
Adapun David sempat mengalami koma setelah dianiaya secara brutal oleh Mario Dandy.
Rudi mengatakan, mulanya ia bertanya terkait apa yang terjadi pada David. Sebab, saat itu ia menemukan David dalam kondisi terkapar.
"Saya tanya, 'kamu anggota ya?'. Dia jawab, 'bukan om, saya udah kuliah'. Kalau nggak salah dia jawab gitu. Terus saya tanya, 'kenapa ini? kamu apain? Ini lu apain? kenapa kamu giniin?'," kata Rudi saat bersaksi di sidang perkara penganiayaan David di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (13/6/2023).
Ketika itu Mario Dandy menjawab bahwa David Ozora telah melecehkan adiknya. Mario pun mengaku hanya memukul David sebanyak dua kali.
"Saya cuma bilang 'kalau melecehkan lapor polisi, lu jangan giniin anak orang'. (Mario jawab) 'saya cuma pukul dua kali'. Ya sudah saya minta sekuriti ambil KTP-nya," ujar Rudi.
Adapun peristiwa penganiayaan terhadap David terjadi di Komplek Green Permata, Ulujami, Pesanggrahan, Jakarta Selatan, Senin (20/2/2023) malam sekitar pukul 19.30 WIB.
Dalam video yang viral di media sosial, tersangka Mario Dandy Satriyo menganiaya David secara brutal.
Mario memukul, menendang, dan menginjak kepala David hingga korban menderita luka serius dan sempat mengalami koma.
Mario mengawali aksi penganiayaan brutalnya dengan menyuruh David push up sebanyak 50 kali.
"Tersangka MDS menyuruh anak korban D push up 50 kali. Karena korban tidak kuat, dan hanya sanggup 20 kali," kata Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Ade Ary saat jumpa pers, Jumat (24/2/2023).
Selanjutnya, Mario menyuruh David memeragakan sikap tobat atau berlutut dengan kedua tangan di belakang.
Saat itu, David menyampaikan tidak bisa memeragakan sikap tobat. Mario pun meminta rekannya, Shane Lukas (19), untuk mencontohkan sikap tobat.
"Kemudian anak korban D juga tidak bisa, sehingga MDS menyuruh korban untuk mengambil posisi push up sambil tersangka S melakukan perekaman video dengan menggunakan HP milik tersangka MDS," ujar Kapolres.
Ketika David dalam posisi push up, Mario menendang, memukul hingga menginjak kepala korban.
Di sisi lain peran tersangka Shane Lukas adalah merekam aksi penganiayaan Mario. Sedangkan pelaku AG memfasilitasi pertemuan antara Mario dan korban.
Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi mengatakan, penyidik menemukan bukti bahwa penganiayaan yang dilakukan Mario Dandy Cs kepada David sudah direncanakan sejak awal.
"Kami melihat di sini bukti digital bahwa ini ada rencana sejak awal. Pada saat menelepon SL kemudian ketemu SL, pada saat di mobil bertiga, ada mensrea atau niat di sana," ungkap Hengki saat jumpa pers di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Kamis (2/3/2023).
Salah satu bukti yang ditemukan adalah chat atau percakapan Whatsapp (WA).
"Setelah kami adakan pemeriksaan, kami libatkan digital forensik, kami temukan fakta baru dan bukti baru, ada chat WA," kata Hengki.
Selain itu, lanjut Hengki, polisi juga menemukan bukti lain seperti video di handphone (HP) dan rekaman CCTV.
Dengan bukti-bukti tersebut, polisi dapat melihat secara jelas peran dari masing-masing tersangka dan pelaku.
"Video yang ada di HP, CCTV di TKP sehingga kami bisa liat peranan masing-masing orang. Kami komitmen semua yang salah harus dihukum, meskipun anak secara formil ini diatur di Undang-Undang peradilan anak," ungkap Hengki.(*)