Gridhot.ID - Artificial Intelegence atau AI memang sempat menjadi mimpi buruk banyak orang.
Dikutip Gridhot dari Tribun Techno, teknologi AI digadang-gadang bisa menghancurkan pasar tenaga kerja.
Pasalnya, akan banyak profesi yang bisa dengan mudahnya digantikan oleh AI.
Perusahaan jasa keuangan dan bank investasi asal Amerika Serikat (AS) Goldman Sachs mengatakan bahwa AI generatif seperti ChatGPT dapat menggantikan hingga 300 juta pekerjaan penuh waktu di seluruh dunia.
Sudah banyak perusahaan besar berusaha mengolah AI sedemikian rupa untuk mengefisiensikan anggaran kerja sehari-harinya.
Meski digadang-gadang bakal buat banyak orang menjadi pengangguran, salah satu perusahaan yang mengolah teknologi ternyata malah terancam mengalami kebangkrutan.
Dikutip Gridhot dari Kompas.com, OpenAI, perusahan pengembang chatbot kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) ChatGPT, diprediksi tengah menuju kebangkrutan.
Setidaknya begitulah menurut analisis dari India Magazine, sebagaimana dilaporkan kembali oleh outlet media Windows Central baru-baru ini.
Ada beberapa poin yang membuat OpenAI berada dalam situasi yang mengkhawatirkan seperti menuju kebangkrutan.
Misalnya soal biaya operasional ChatGPT yang tinggi hingga perbedaan pandangan di dalam perusahaan.
OpenAI diyakini menggelontorkan 700.000 dollar AS (sekitar Rp 10,7 miliar) per harinya hanya untuk menjalankan satu layanan, yakni chatbot AI ChatGPT.
Angka tersebut disebut-sebut belum termasuk biaya untuk membeli unit pengolah grafis (GPU) untuk memastikan ChatGPT berjalan dengan lancar.
Sebagaimana diwartakan sebelumnya, ChatGPT mengandalkan suatu infrastruktur atau mesin kecerdasan buatan (AI) milik Microsoft, yaitu Azure, yang ditopang puluhan hingga ribuan unit pengolah grafis (GPU) bikinan Nvidia.
OpenAI juga dilaporkan menggelontorkan lebih banyak uang untuk membuat model bahasa yang dikembangkan perusahaan, misalnya GPT-3.5 pada ChatGPT, mereka lebih kuat dan lebih pintar.
Yang menjadi masalah, Semenjak meluncurkan OpenAI dilaporkan membukukan kerugian 540 juta dollar AS atau sekitar Rp 8,26 triliun sejak debut ChatGPT pada November 2022.
OpenAI sebenarnya menerima investasi dari beberapa pihak, salah satunya Microsoft.
Kerja sama antara kedua perusahaan ini diperpanjang pada Februari 2023 via investasi senilai 10 miliar dolar AS (sekitar Rp 151 triliun).
Namun, dana dari investor ini tidak berkelanjutan (sustainable) karena bisa disetop.
OpenAI berupaya memonetisasi model bahasa GPT-3.5 (dipakai ChatGPT) dan GPT-4.
Namun, upaya ini belum menghasilkan pendapatan yang cukup untuk mencapai kata impas untuk saat ini.
Masalah keuangan ini menjadi salah satu poin yang membuat analis memprediksi OpenAI sedang menuju kebangkrutan.
Perusahaan yang dipimpin oleh CEO Sam Altman ini menargetkan pendapatan tahunan sebesar 200 juta dollar AS (sekitar Rp 3 triliun) pada tahun 2023, dan 1 miliar dollar AS (sekitar Rp 15,3 triliun) pada 2024.
Analis menilai, target pendapatan ini terbilang ambisius mengingat angka kerugian yang kian hari kian meningkat. API OpenAI bisa jadi bumerang
Setelah popularitasnya melejit di awal 2023, layanan ChatGPT kini tengah berada di tren penurunan jumlah pengguna.
Menurut SimilarWeb, basis pengguna ChatGPT turun 12 persen pada Juli 2023 dibandingkan Juni 2023, yakni dari 1,7 miliar pengguna menjadi 1,5 miliar pengguna.
Penurunan ini terjadi pada pengguna yang memanfaatkan chatbot AI ChatGPT di situs web, tidak termasuk API (Application Programming Interface) OpenAI. Analis melihat API OpenAI berpotensi menjadi bumerang bagi OpenAI.
Pasalnya, lewat API, OpenAI menyediakan beberapa model bahasa besar (large language model/LLM) sumber terbuka (open source) yang bebas digunakan dan diizinkan untuk digunakan kembali, tanpa lisensi apa pun.
Hal ini bisa membuat organisasi membuat chatbot AI-nya sendiri yang disesuaikan secara spesifik sesuai dengan kebutuhan organisasi.
Dalam skenario seperti itu, pengguna kemungkinan enggan memilih chabot AI ChatGPT versi berbayar yang disediakan OpenAI.
Hal ini bakal membuat OpenAI sulit membukukan pendapatan yang konsisten. Perbedaan pandangan
Adanya perbedaan pandangan di dalam "dapur" OpenAI juga dinilai sebagai salah satu poin yang bisa membawa perusahaan ke ambang kebangrutan.
Saat ini, OpenAI tengah gencar mencari cara untuk memonetisasi model bahasa GPT-3.5 dan GPT-4.
Ini menandakan bahwa OpenAI secara bisnis ingin mencapai profitabilitas alias membukukan keuntungan.
Namun, hal ini tampaknya berbeda dengan Sam Altman.
Pria yang merupakan salah satu pendiri dan CEO OpenAI itu disebut tidak memprioritaskan keuntungan.
Sam Altman disebut lebih fokus mencapai superintelligence Artificial general intelligence (AGI), atau sederhananya teknologi AI super yang bisa melampaui pikiran manusia, sebagaimana dihimpun KompasTekno dari Windows Central, Sabtu (19/8/2023).
Dengan poin-poin di atas, analis India Magazine menilai, OpenAI bisa berada dalam situasi yang mengkhawatirkan, bila tidak perlu menemukan cara untuk menghasilkan keuntungan dalam waktu singkat.
(*)