Gridhot.ID - Innalillahi wa innailaihi rojiun, sosok musisi legendaris ini meninggal dunia mendadak.
Meski telah lama meninggal dunia, sosoknya masih terus dikenang berkat karyanya yang sudah melegenda di Indonesia dan dunia.
Sosok yang telah meninggal dunia tersebut adalah Idris Sardi.
Vokalis band GIGI, Armand Maulana (43), mengaku mengenal mendiang Idris Sardi (75) antara lain dari cerita yang disampaikan oleh gitaris grup tersebut, Dewa Budjana.
"Gue diceritain Budjana, beliau main di acara kenegaraan, para pemain dikasih nasi bungkus, sementara ada makanan di table. Dia ngamuk, 'Kalau gue cuma dikasih nasi bungkus, gue enggak akan main.' Secara itu acara kenegaraan, tetapi musisinya dikasih nasi bungkus. Tamu sama dengan musisi, yaitu sama dan satu level," kisah Armand sesudah pemakaman jenazah Idris di Tempat Pemakaman Umum Menteng Pulo, Jakarta Selatan, Senin (28/4/2014) sore.
"Jelas dalam hal kerasnya, dalam hal musisi harus dihargai dan dihormati," tekan istri penyanyi Dewi Gita ini.
Menurut Armand, dari para personel GIGI, Budjana-lah yang terdekat dengan Idris. Namun, Budjana tengah berada di Bali sehingga tak bisa ikut melayat.
Armand juga mengatakan, ia merasa kehilangan Idris.
"Gue respect banget, jarang ada yang kayak gitu, mempertahankan musisi adalah profesi yang bermartabat. Disiplin keras dan semangat, enggak ketinggalan," tuturnya.
Idris Sardi adalah maestro biola dan komposer berbakat yang menyandang pangkat Letkol Tituler TNI AD.
Pangkat tersebut ia dapatkan setelah dipercaya memimpin satuan musik militer Angkatan Darat.
Di samping itu, Idris Sardi telah mengantongi sejumlah penghargaan dari kiprahnya sebagai komponis dan ilustrator musik untuk film.
Berikut biografi singkat Idris Sardi.
Kehidupan pribadi Idris Sardi lahir pada 7 Juni 1938. Ia merupakan anak sulung dari delapan bersaudara dari pasangan Sardi dan Hadidjah.
Sang ayah adalah seorang komposer dan pemain biola Orkes RRI Studio Jakarta, sementara ibunya merupakan seorang aktris yang aktif sejak tahun 1940-an.
Semasa hidup, Idris Sardi pernah tiga kali menikah, yakni dengan Zerlita, Marini Soerjosoemarno, dan Ratih Putri. Dari pernikahannya, Idris Sardi memiliki anak yang diberi nama Santi Sardi, Lukman Sardi, dan Ajeng Sardi. Ketiga anaknya mengikuti jejak keluarga dengan berkarier di bidang seni peran dan musik.
Ditempa menjadi violis berkarakter Indonesia
Terlahir sebagai putra seorang violis dan komposer, membuat Idris Sardi ingin mengikuti jejak sang ayah.
Terlebih, sang kakek juga menggeluti dunia yang sama, dengan menjadi pemain musik di Keraton Yogyakarta. Di usia enam tahun, keinginan Idris Sardi untuk menggesek biola dikabulkan ayahnya.
Sejak itu, perjalanannya menjadi pemusik profesional mulai dirintis, di mana ia ditempa dengan disiplin keras untuk belajar memainkan biola.
Di sela-sela hari latihan, Idris Sardi terkadang diajak ayahnya ke rumah Ismail Marzuki dan komponis-komponis Indonesia ternama lainnya.
Pengalaman itulah yang membuatnya bisa mendalami permainan biola dengan sentuhan musik khas Indonesia, seperti keroncong, musik Minang, Sunda, dan Jawa. Kendati demikian, Idris Sardi tidak dihalangi untuk belajar memainkan biola dengan metode Barat.
Sang ayah juga sempat membawanya belajar kepada violis asal Hongaria bernama Tordasi, dan musikus Rusia bernama Nicolai Vorfolomeyeff, yang memimpin Orkes Radio Jakarta.
Saat itu, usianya baru delapan tahun, tetapi Idris Sardi diterima oleh Nicolai sebagai "mahasiswa luar biasa" AMI Yogyakarta.
Menjadi konser master di usia 14 tahun
Disiplin keras yang harus diikuti Idris Sardi memang membuatnya tidak bisa menikmati kehidupan seperti anak-anak seusianya.
Namun, pengorbanannya terbayar karena ia tumbuh sebagai violis andal sejak usia belia.
Pada 1949, usianya baru sekitar 10 tahun, tetapi Idris Sardi mampu memukau penonton dengan permainan "biola maut" dalam penampilan perdananya di Gedung Negara (Istana Yogyakarta) bersama konser Orkes Simponi Akademi Musik Indonesia (AMI).
Pada 1953, sang ayah meninggal dunia dan di tahun yang sama Idris Sardi menggantikan kedudukan ayahnya sebagai violis pertama merangkap pimpinan (concert master) Orkes RRI Jakarta.
Ia pun menjadi konser master termuda di Orkes Studio Jakarta di usianya yang baru 14 tahun.
Selain dikenal sebagai maestro biola, Idris Sardi juga mewarisi bakat sang ayah sebagai ilustrator musik untuk film Indonesia.
Pada 1970-an, ia kerap menerima penghargaan dari kiprahnya sebagai komponis dan ilustrator musik untuk film.
Beberapa penghargaan yang didapatkan Idris Sardi yakni Piala Citra untuk kategori penata musik terbaik untuk film Pengantin Remaja (1971), Perkawinan (1973), Cinta Pertama (1974), dan Doea Tanda Mata (1985).
Pada 1994, Idris Sardi diundang oleh Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Wismoyo Arismunandar ke Markas Besar Angkatan Darat (Mabesad).
Saat ditanya mengenai musik Angkatan Darat, Idris menjawab secara terbuka bahwa musiknya tidak masuk dalam irama musik yang enak didengar.
Dari situlah, Idris Sardi akhirnya dipercaya untuk melatih satuan musik Angkatan Darat.
Karena Idris adalah warga sipil, maka diputuskan untuk memberinya pangkat tituler sehingga ia berhak dihormati sebagai personel militer.
Idris Sardi menerima pangkat Letnan Kolonel (letkol) Corps Ajudan Jenderal Angkatan Darat dari jasanya memimpin satuan musik militer Angkatan Darat.
Pada akhir 1990-an, tersiar kabar bahwa Idris Sardi terkena kanker usus, yang membuatnya tidak lagi sering tampil untuk menunjukkan kepiawaiannya bermain biola.
Idris Sardi tercatat hanya tampil beberapa kali, termasuk dalam konser untuk memperingati 50 tahun perjalanan kariernya.
Selain Piala Citra, Idris Sardi menerima beberapa penghargaan bergengsi, salah satunya Legenda BASF Award.
Idris Sardi meninggal pada 28 April 2014 di Rumah Sakit Meilia di Cibubur, dalam usia 75 tahun.
(*)