Merasa nafasnya sudah kembali lancar dan tidak ada penyakit lain pada organ tubuhnya, Herawati minta pulang ke rumah.
Namun, baru dua hari dirawat di rumah, perempuan pertama Indonesia yang berhasil meraih gelar sarjana di luar negeri itu kembali kesulitan bernafas sehingga harus dilarikan ke rumah sakit dan bolak-balik masuk ICU untuk disedot cairan paru-parunya.
Pada Kamis (29/9), cairan di kedua paru-paru Herawati kembali diambil meskipun menurut Nurman kondisi ibunya sudah koma, dengan lengan yang dingin dan mulai membengkak.
"Akhirnya orang rumah sakit bilang 'ya sudah dituntun saja', kemudian saya tuntun (baca kalimat syahadat). Paginya, hampir pas adzan subuh ibu jalan," ujar Nurman tentang kepergian ibunya.
Herawati, penerima penghargaan Bintang Mahaputra pada 1978, meninggal dunia pada usia 99 tahun.
Jenazahnya dimakamkan setelah shalat Jumat di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta, berdampingan dengan kubur sang suami, Burhanuddin Muhammad Diah (1917-1996).
Herawati Diah lahir pada 3 April 1917 di Tanjung Pandan, Belitung. Ia merupakan putri dari pasangan Raden Latip, seorang dokter yang bekerja di Billiton Maatschappij, dan Siti Alimah.
Herawati adalah istri dari tokoh pers BM Diah yang bekerja di Koran Asia Raya dan pernah menjabat Menteri Penerangan.
Bersama sang suami pada 1 Oktober 1945, ia mendirikan Harian Merdeka.
Semasa hidupnya, Herawati berkesempatan mengecap pendidikan tinggi. Lepas dari Europeesche Lagere School (ELS) di Salemba, Jakarta, Herawati bersekolah di American High School di Tokyo.
Setelah itu, atas dorongan ibunya, Herawati berangkat ke Amerika Serikat untuk belajar sosiologi di Barnard College yang berafiliasi dengan Universitas Columbia, New York dan lulus pada tahun 1941.