Gridhot.ID - Innalillahi wa innailaihi rojiun, sosok wartawan senior yang juga jadi tokoh pejuang pers nasional ini meninggal dunia mendadak.
Meski telah lama meninggal dunia, sosoknya masih terus dikenang berkat jasanya di dunia pers Indonesia.
Sosok yang telah meninggal dunia tersebut adalah Herawati Diah.
Dikutip Gridhot dari Kompas.com, Herawati Diah merupakan tokoh pejuang pers nasional.
Herawati Diah meninggal dunia di usia 99 tahun di RS Medistra, Jakarta.
Herawati meninggal dunia akibat terjadi pengentalan darah di tubuhnya.
Selain itu, pihak keluarga menyatakan Herawati meninggal dunia akibat usia tua atau sudah sepuh.
Dikutip Gridhot dari Antara, tokoh pers Siti Latifah Herawati Diah beberapa kali menjalani perawatan intensif di ruang ICU Rumah Sakit Medistra, Jakarta, sebelum meninggal dunia Jumat pagi pukul 04.15 WIB karena sakit paru-paru dan penyempitan pembuluh darah pada kaki kiri.
Herawati dibawa ke rumah sakit setelah mengeluhkan kaki kirinya sakit, yang kemudian diketahui akibat aliran darah tidak lancar.
Dokter kemudian memberikan obat pengencer darah, namun obat tersebut menimbulkan masalah lambung pada istri mantan Menteri Penerangan BM Diah itu.
"Ibu muntah darah kemudian dirawat di ICU. Banyak cairan juga di paru-parunya sehingga perlu disedot, sekitar 600-700 cc cairan diperoleh kemudian dia dipindah ke ruang perawatan biasa," kata putra bungsu Herawati, Nurman Diah, kepada wartawan di rumah duka di kawasan Patra Kuningan, Jakarta, Jumat.
Merasa nafasnya sudah kembali lancar dan tidak ada penyakit lain pada organ tubuhnya, Herawati minta pulang ke rumah.
Namun, baru dua hari dirawat di rumah, perempuan pertama Indonesia yang berhasil meraih gelar sarjana di luar negeri itu kembali kesulitan bernafas sehingga harus dilarikan ke rumah sakit dan bolak-balik masuk ICU untuk disedot cairan paru-parunya.
Pada Kamis (29/9), cairan di kedua paru-paru Herawati kembali diambil meskipun menurut Nurman kondisi ibunya sudah koma, dengan lengan yang dingin dan mulai membengkak.
"Akhirnya orang rumah sakit bilang 'ya sudah dituntun saja', kemudian saya tuntun (baca kalimat syahadat). Paginya, hampir pas adzan subuh ibu jalan," ujar Nurman tentang kepergian ibunya.
Herawati, penerima penghargaan Bintang Mahaputra pada 1978, meninggal dunia pada usia 99 tahun.
Jenazahnya dimakamkan setelah shalat Jumat di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta, berdampingan dengan kubur sang suami, Burhanuddin Muhammad Diah (1917-1996).
Herawati Diah lahir pada 3 April 1917 di Tanjung Pandan, Belitung. Ia merupakan putri dari pasangan Raden Latip, seorang dokter yang bekerja di Billiton Maatschappij, dan Siti Alimah.
Herawati adalah istri dari tokoh pers BM Diah yang bekerja di Koran Asia Raya dan pernah menjabat Menteri Penerangan.
Bersama sang suami pada 1 Oktober 1945, ia mendirikan Harian Merdeka.
Semasa hidupnya, Herawati berkesempatan mengecap pendidikan tinggi. Lepas dari Europeesche Lagere School (ELS) di Salemba, Jakarta, Herawati bersekolah di American High School di Tokyo.
Setelah itu, atas dorongan ibunya, Herawati berangkat ke Amerika Serikat untuk belajar sosiologi di Barnard College yang berafiliasi dengan Universitas Columbia, New York dan lulus pada tahun 1941.
Ia pulang ke Indonesia pada 1942 dan bekerja sebagai wartawan lepas kantor berita United Press International (UPI).
Selanjutnya, bergabung sebagai penyiar di Radio Hosokyoku.
Pada tahun 1955, Herawati dan suaminya mendirikan The Indonesian Observer, koran berbahasa Inggris pertama di Indonesia.
Koran itu diterbitkan dan dibagikan pertama kali dalam Konferensi Asia Afrika di Bandung, Jawa Barat, tahun 1955.
The Indonesian Observer bertahan hingga tahun 2001, sedangkan koran Merdeka berganti tangan pada akhir tahun 1999.
Selain aktif di dunia pers, Herawati juga aktif di sejumlah organisasi seperti Yayasan Bina Carita Indonesia, Hasta Dasa Guna, Women's International Club, Gerakan Pemberdayaan Swara Perempuan, Lingkar Budaya Indonesia, Yayasan Bina Carita Indonesia.
Sederet penghargaan juga telah diraihnya, termasuk "Lifetime Achievement" atau "Prestasi Sepanjang Hayat" dari PWI Pusat.
Herawati juga masih aktif menekuni hobinya bermain bridge dua kali seminggu. Bahkan, ia masih mengikuti turnamen bridge.
Baginya, dengan bermain bridge, kemampuan otak akan terus terasah dan mencegah kepikunan.
(*)