Gridhot.ID - Kasus meninggalnya artis Nanie Darham yang diduga akibat malapraktik saat melakukan operasi sedot lemak masih diselidiki polisi.
Diketahui, Nanie Darham meninggal dunia saat operasi sedot lemak di salah satu klinik di Cipete, Jakarta Selatan pada 21 Oktober 2023.
Berdasarkan hasil autopsi, ditemukan adanya 3 sayatan di bagian tubuh tepatnya di punggung tangan dan perut diduga bekas operasi sedot lemak yang dijalani Nanie Darham.
"Hasil otopsi bagian luar itu sudah ketahuan bahwa ada 3 sayatan di punggung tangan dan perut," kata kuasa hukum keluarga korban, Hartono Tanuwidjaja membeberkan hasil autopsi saat ditemui Tribunnews.com di kawasan Tendean, Jakarta Selatan, Selasa (28/11/2023).
Saat ini, kasus kematian Nanie ditangani pihak kepolisan dari Polres Metro Jakarta Selatan.
Di tengah proses penyelidikan, pihak keluarga korban menemukan sejumlah kejanggalan pada proses operasi yang dilakukan Nanie.
Selain berubahnya keputusan Nanie yang tiba-tiba ingin operasi sedot lemak, ada beberapa hal yang masih menjadi pertanyaan pihak keluarga.
Perubahan durasi dan jumlah titik operasi
Nanie awalnya sepakat untuk melakukan operasi sedot lemak untuk tiga titik dengan durasi waktu 2 jam dan biaya Rp 200 juta.
Tapi di hari operasi, yaitu pada 21 Oktober 2023, terjadi perubahan menjadi total lima titik dengan tambahan biaya Rp 100 juta.
"Dari jam 14.00 sampai 14.25 ternyata ada pembicaraan yang merupakan kesepakatan baru, di luar sepengetahuan keluarga," kata Hartono dikutip dari YouTube Ngobrol Asix, Jumat (1/12/2023).
"Korban Nanie menambah tindakan di bagian bokong dan pinggang belakang dengan penambahan biaya Rp 100 juta," lanjutnya.
Proses pembiusan dan tindakan
Dalam prosesnya, Nanie diketahui baru membayar pelunasan untuk tindakan pada pukul 14.35.
Sementara dalam catatan klinik, anastesi dilakukan pada pukul 14.30 dan dilakukan oleh dokter yang belakangan diketahui oleh pihak keluarga, dokter itu merupakan pasien stroke.
"Ada satu formulir terjadi anastesi pada Nanie jam 14.30, padahal baru bayar jam 14.35," ujar Hartono.
"Yang lebih kita kaget, dokter anastesinya adalah pasien stroke," sambungnya.
Kemudian, dari catatan di klinik itu juga, tindakan diketahui baru dimulai pukul 16.20.
"Pertanyaannya, berarti ada pembiaran? Kita tidak tahu apa yang terjadi," ucap Hartono.
Informed Consent
Ini juga menjadi hal yang dipertanyakan pihak keluarga.
Informed consent atau persetujuan tindakan kedokteran tak diketahui pihak keluarga, baik suami atau keluarga Nanie.
Bahkan teman Nanie yang ikut mengantarkan ke klinik juga tidak mengetahui hal itu.
"Kita dapat data yang menandatangani (informed consent) korban Nanie, ditambah saksi dari personel klinik," kata Hartono.
Tapi pihak keluarga melihat ada tujuh hingga delapan risiko komplikasi dalam formulir tersebut.
"Pertanyaannya, apakah risiko komplikasi betul-betul disadari korban Nanie atau dia hanya tanda tangan blangko, baru dia tulis (risiko komplikasi)," tanya Hartono.
"Kalau orang normal, satu juga mungkin udah khawatir, ini ada tujuh sampai delapan," imbuhnya.
Sahabat Nanie dilarang melihat kondisinya
Klinik menghubungi Erika, teman Nanie yang awalnya menemani ke klinik untuk meminta nomor telepon James, suami Nanie.
Pihak klinik memberitahu Erika bahwa Nanie akan dilarikan ke IGD.
Erika sempat menyusul ke klinik dan melihat Nanie akan dimasukkan ke dalam ambulans.
Tapi Erika dilarang oleh pihak klinik untuk masuk ke dalam ambulans atau bahkan sekedar melihat.
Suami Nanie menyusul ke IGD
James menerima telepon dari klinik pukul 18.49 dan diberitahu untuk menyusul Nanie ke IGD RS Dr. Suyoto.
Suami Nanie disebut sempat terkejut melihat kondisi istrinya mengeluarkan darah di bagian mata dan hidung.
Disebut meninggal saat tiba di IGD
Menurut dokter IGD, Nanie sudah dalam kondisi meninggal dunia ketika tiba di IGD.
Hal ini menjadi pertanyaan dari pihak keluarga, mengingat rumah sakit yang dipilih juga cukup jauh dari klinik yang terletak di Cipete, Jakarta Selatan.
Untuk diketahui, IGD yang dituju adalah RS Dr Suyoto, terletak di daerah Veteran, Pesanggrahan, dengan jarak tempuh sekitar 30- 40 menit.
Padahal, menurut keluarga, jika memang terjadi keadaan darurat, ada cukup banyak rumah sakit yang lokasinya lebih dekat dengan daerah Cipete.
Kejanggalan lain dalam proses pemindahan Nanie dari klinik ke IGD itu juga terkait ambulans yang ternyata merupakan ambulans swasta dengan kelengkapan peralatan yang masih dipertanyakan.
Selain itu, seharusnya di dalam ambulans ada 3 orang personel, yaitu pengemudi, satu orang paramedis dan navigator.
Tapi saat itu ketiganya justru duduk di depan.
Sementara di belakang bersama Nanie adalah dokter bedah plastik dan satu dokter lain dari klinik.
"Kita jadi tanda tanya, kenapa dokter bedah plastik dalam ambulans?" ucap Hartono.
(*)