GRIDHOT.ID-Primbon Jawa memiliki keyakinan bahwa setiap individu memiliki hari kelahiran yang mempengaruhi sifat dan nasib seseorang.
Berikut adalah beberapa macam hari kelahiran pemilik wahyu peluruh jiwa yang disegani orang lain menurut Primbon Jawa:
1. Senin Pon
Watak: Orang yang lahir pada hari Senin Pon diyakini memiliki kepribadian yang keras dan tegas.
Nasib: Mereka cenderung memiliki nasib yang baik dan dihormati oleh orang lain.
2. Selasa Pahing
Watak: Orang yang lahir pada hari Selasa Pahing dianggap memiliki sifat yang bersemangat dan ulet.
Baca Juga: 6 Weton yang Disebut Sering Bertindak Ceroboh Menurut Primbon Jawa
Nasib: Nasib mereka diyakini berada di jalur yang baik, dan mereka mampu mendapatkan penghargaan dari orang lain.
3.Rabu Wage
Watak: Individu yang lahir pada hari Rabu Wage diyakini memiliki kepribadian yang cerdas dan berwawasan luas.
Nasib: Mereka diberkati dengan keberuntungan dan kebijaksanaan, sehingga dihormati oleh orang-orang di sekitarnya.
4. Kamis Kliwon
Watak: Orang yang lahir pada hari Kamis Kliwon diyakini memiliki kepribadian yang bersemangat dan berkepemimpinan.
Nasib: Mereka cenderung mendapatkan dukungan dan pengakuan dari orang lain.
Baca Juga: 3 Weton yang Memiliki Khodam Pelindung, Bakal Terhindar dari Malapetaka Besar
5. Jumat Legi
Watak: Individu yang lahir pada hari Jumat Legi dianggap memiliki sifat yang lembut dan sopan.
Nasib: Mereka dapat meraih kesuksesan dan dihormati oleh orang-orang di sekitarnya.
6. Sabtu Pon
Watak: Orang yang lahir pada hari Sabtu Pon diyakini memiliki kepribadian yang kuat dan gigih.
Nasib: Meskipun mereka mungkin menghadapi tantangan, namun nasib mereka diyakini tetap baik.
7. Minggu Wage
Watak: Individu yang lahir pada hari Minggu Wage dianggap memiliki sifat yang bijaksana dan berpendirian teguh.
Baca Juga: 5 Weton Paling Lemah Lembut dan Penyayang Menurut Primbon Jawa
Nasib: Mereka diyakini mendapatkan keberuntungan dan kehormatan, serta dihormati oleh orang lain.
Penting untuk diingat bahwa keyakinan seperti ini bersifat tradisional dan memiliki akar dalam kepercayaan lokal.
Tidak semua orang mempercayai atau mengikuti tata cara ini, dan interpretasi dapat bervariasi tergantung pada sumber dan budaya yang mengamalkannya.
(*)