Gridhot.ID - Pencarian dokter Wisnu yang hilang di perairan Laut Lombok hingga kini masih terus dilakukan.
Dikutip Gridhot dari Tribun Bali sebelumnya, dokter Wisnu Aditya Wardana hilang saat sedang memancing di tengah laut.
Keluarga dokter Wisnu terus berusaha untuk melakukan pencarian dengan berbagai cara.
Bahkan pihak keluarga sampai merogoh kocek ratusan juta Rupiah untuk menyewa helikopter dan penyelam profesional demi bisa memperluas pencarian.
Dokter Wisnu hilang saat memancing di perairan Pantai Lancing, Lombok Tengah, NTB, pada Rabu (17/4). Sampan yang ditumpanginya dihantam ombak dan terbalik di perairan Pantai Lancing.
Dokter Wisnu memancing bersama dua rekannya, Erwin (41) dan Muhariamin (31) yang merupakan pemilik perahu.
Saat kejadian, Erwin dan Muhariamin berhasil diselamatkan oleh nelayan yang melintas di sekitar lokasi kejadian.
Sementara dokter Wisnu hingga saat ini belum ditemukan.
Dikutip Gridhot dari Tribun Lombok, Direktorat Polairud Polda NTB bersama Polairud Polres Lombok Tengah melakukan pencarian selama Dokter Muda RSUD Praya Lombok Tengah Lalu Wisnu Aditiya hingga Minggu (28/4/2024).
Kasat Polairud Polres Lombok Tengah AKP Turmuzi menjelaskan, dilakukan penghentian sementara pada hari ke-12 ini.
"Kemarin itu hari ke-11. Jadi kita cooling down dulu. Sesuai SOP kan sebenarnya sampai tujuh hari. Jadi kita hentikan sementara sambil kita memantau situasi perkembangan baru kita bergerak," jelas Turmuzi kepada Tribun Lombok, Minggu (28/4/2024).
Lalu seperti apa saja upaya pencariannya? simak selengkapnya seperti dihimpun TribunLombok.com.
1. Pakai Drone Canggih
Turmuzi mengatakan empat anggota tim penyelam Polairud menurunkan dua drone bawah laut yaitu Remotely Operated Vehicle (ROV) yang menembus hingga 44 meter di Pantai Gili Gansing.
Dia menjelaskan, untuk satu drone air bisa mencapai kedalaman hingga 300 meter.
Namun kondisi arus bawah air laut Gili Gansing tidak memungkinkan sehingga akhirnya hanya mampu mencapai kedalaman 44 meter.
"Kemarin kita sampai kedalaman 44 meter tetapi tidak membuahkan hasil. Kita cari selama dua hari penuh (26-27 April).
"Kalau dari awal sejak tanggal 17 April Polairud Polres Lombok Tengah bersama-sama rekan Basarnas tetap sih kita melakukan pencarian juga," jelas Turmuzi.
"Kemarin itu (27 April) dua-duanya drone air diturunkan. Kenapa kita menggunakan drone supaya tidak sia-sia kita melakukan penyelaman.
"Jadi kalau sudah kelihatan menggunakan drone bawah laut baru kita nyelam sehingga tidak sia-sia pelaksanaan nyelam. Begitu maksudnya," sambung Turmuzi.
Turmuzi menjelaskan, penggunaan drone bawah laut terlebih dahulu supaya kalau sudah terdeteksi maka baru diadakan penyelaman.
"Jika kemudian melakukan penyelaman, maka ketika langsung mencari-cari dibawah akan menyulitkan tim penyelam profesional karena adanya gelombang dan adanya arus yang besar di bawah laut," tegas AKP Turmuzi.
2. Arus Besar Bawah Laut
Turmuzi membeberkan, arus atau gelombang bawah laut cukup deras di Gili Gansing dan sekitarnya.
Pihaknya tidak bisa memprediksi terjadinya kemungkinan-kemungkinan yang terjadi terhadap korban.
Hal ini karena kemungkinan-kemungkinan hilangnya Dokter Wisnu banyak sekali sehingga pihaknya tidak mau berspekulasi.
"Pengalaman kami di bawah laut itukan sama seperti di darat. Jadi ada gunung, palung, macam di laut itu. Jadi semua kemungkinan-kemungkinan itu bisa saja saudaraku," terang Turmuzi.
3. Palung Sungai Bawah Laut
Turmuzi menyebutkan, saat tim penyelam profesional dari Sekotong melakukan penyelaman, ditemukan adanya aliran sungai di bawah laut.
"Saat tim penyelam profesional dari Sekotong yang diminta oleh pihak keluarga, pada kedalaman 40 meter ditemukan aliran sungai di bawah laut," jelas AKP Turmuzi.
"Jadi ada palung di bawah laut. Waktu itu karena kedalamannya 40 meter jadi ada seperti arus sungai. Begitu maksudnya.
"Kemungkinan-kemungkinan itukan bisa aja. Namanya juga prediksi. Artinya bukan kita mendahului pihak yang kuasa. Jadi kemungkinan-kemungkinan itu bisa aja," sambung Turmuzi.
4. Alat Sempat Terganggu
Turmuzi menjelaskan, saat akan menurunkan semua drone bawah laut sempat terjadi hang atau tidak bisa dioperasikan.
Padahal sejatinya drone bawah laut yang dipakai adalah yang terbaru digunakan untuk mencari Dokter Wisnu.
"Jadi ceritanya kemarin drone itu hang semua alat-alat kami. Tidak bisa dioperasikan padahal yang terbaru dikeluarkan kemarin.
"Maksudnya kita awal-awal tidak masuk akal bisa rusak karena alat ini baru. Artinya setelah kedua kali baru bisa ditemukan," imbuh Turmuzi.
Pihaknya kemudian kembali ke pinggir pantai dan memperbaiki baru kemudian bisa kembali dioperasikan.
Pihaknya juga sebelum berangkat juga melakukan doa bersama agar apa yang diniatkan bisa berhasil. Tapi sayangnya sampai selesai belum membuahkan hasil.
4. Faktor Psikologis
Turmuzi menjelaskan, saat melakukan pencarian lewat drone bawah laut dan kemudian melakukan penyelaman, tim penyelam mengakui suasana kebatinan terasa berbeda.
"Jadi memang kawan-kawan penyelam bilang, jujur saja hawanya beda komandan mereka bilang. Artinya tidak seperti biasanya kita melakukan penyelaman di tempat-tempat lain pencarian korban.
"Kemarin itu kok tidak seperti biasanya. Kalau kita bilang itu hawa mistis itu mungkin bisa jadi. Namanya juga di laut kan. Kemungkinan-kemungkinan itu juga ada," beber Turmuzi.
5. Pencarian Terus Dilanjutkan
Sejak awal bersama Basarnas pada tanggal 17 April hingga tanggal 23 April 2024, diputuskan pencarian dihentikan sementara.
Namun karena ada permintaan dari pihak keluarga, akhirnya kemudian menambahkan pencarian selama dua hari hingga tanggal 25 April 2024.
Selanjutnya pada tanggal 27 April 2024, karena ada permintaan pihak keluarga Dokter Wisnu kepada Polairud Polda NTB kemudian turun kembali back up Polairud Polda NTB.
Wisnu Aditya Wardana diketahui merupakan dokter yang bekerja di RSUD Praya. Dokter Wisnu merupakan pria kelahiran Praya, 11 Maret 1997.
Ia adalah putra dari Lalu Muchlis Jayadi dan Sri Swandariah. Selain di RSUD Praya, dokter Wisnu juga praktik di sebuah klinik di Gili Trawangan.
Baiq Erna menceritakan kalau Lalu Wisnu Aditya Wardana merupakan sosok yang kalem, tidak banyak bicara, dan tidak neko-neko.
(*)
Penulis | : | Angriawan Cahyo Pawenang |
Editor | : | Angriawan Cahyo Pawenang |
Komentar