Komisioner KPAI bidang Kesehatan dan NAPZA Sitti Hikmawatty mengatakan, sesuai data yang masuk di KPAI, kasus ini bukanlah kasus baru.
"Pada saat kami tangani kasus penyalahgunaan PCC, 2017 lalu juga sudah kita temui, namun jumlahnya relatif kecil," ujar Sitty saat dikonfirmasi Tribunnews, Kamis (8/11).
Kegiatan remaja yang mencari alternatif zat yang dapat membuat mereka 'fly', tenang ataupun gembira, ucap Sitty, awalnya didapatkan secara coba-coba atau eksperimen.
"Jadi kalau kita mengenal beberapa golongan Psikotropika diluar Narkoba, maka beberapa zat 'temuan' para remaja ini termasuk kelompok eksperimen psikotropika," kata Sitty.
Sitty berujar jumlahnya memang belum bisa diprediksikan, karena berkaitan erat dengan jumlah anak serta kreativitas "meramu" bahan-bahan yang mudah didapat dipasaran.
Minum air rebusan pembalut juga di dapat dari coba-coba, selain fenomena lain seperti ngelem, dan lainnya.
Ditengarai anak-anak itu mempelajari lewat internet. Sehingga mereka bisa membuat beberapa varian baru, dari racikan coba-coba.
4. Risiko
Menurut Sitty, tingkat risiko atau bahaya menjadi meningkat karena mereka hanya konsen pada satu zat tertentu dalam sebuah bahan, namun zat lainnya cenderung diabaikan sehingga reaksi sampingan yang terjadi bisa berakibat fatal.
Hasil penelusuran KPAI mendapatkan bahwa awalnya dorongan ekonomilah yang membuat mereka melakukan percobaan ini.
"Karena tidak mampu membeli karena tidak punya biaya, sementara sudah kecanduan, maka mereka berupaya mencari tahu dengan bantuan informasi Internet tadi, meracik sendiri ramuan-ramuan yang diharapkan akan memberikan hasil seperti kebutuhan mereka," katanya.
5. Kandungan Pembalut