Find Us On Social Media :

BMKG Jelaskan Fenomena Tsunami Selat Sunda: Seperti Menjaring Ayam dengan Perangkap Gajah

Suasana di salah satu villa yang porak poranda diterjang tsunami di Pantai Carita, Pandeglang, Bante

Laporan Wartawan GridHot.ID, Chandra Wulan

GridHot.ID - Tsunami Selat Sunda 23 Desember 2018 menyisakan duka bagi banyak orang.

Tercatat ratusan korban jiwa dan ribuan orang luka-luka dan ratusan bangunan fisik rusak.

Wilayah paling terdampak dari tsunami itu ialah Anyer, Pandeglang, Banten, Ujung Kulon, dan Lampung Selatan.

Awalnya BMKG menyebutkan bahwa kejadian itu hanya merupakan gelombang tinggi.

Namun, setelah ada tambahan informasi, BMKG lalu menyatakan bahwa peristiwa tersebut merupakan tsunami.

Simpang siur informasi disebabkan oleh ketiadaan sistem peralatan dini tsunami yang didahului aktivitas vulkanik.

Tsunami Selat Sunda 23 Desember 2018 disebabkan oleh erupsi Gunung Anak Krakatau yang longsoran bawah lautnya memicu terbentuknya gelombang tsunami yang kemudian menghantam pesisir Lampung dan Banten.

Baca Juga : Suara Dentuman di Sumatera Selatan dan Cianjur Bikin Warga Bingung, Berbagai Spekulasi Beredar

Diberitakan oleh Kompas.com dan Kompas TV sebelumnya, keterbatasan BMKG dalam menginformasikan kabar bencana serupa disebabkan oleh minimnya sistem peralatan dini tsunami di Indonesia.

Sejauh ini, baru ada sistem peringatan dini tsunami yang didahului oleh gempa tektonik.

Sedangkan untuk yang didahului gempa vulkanik, ada badan yang lebih berwenang yakni Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana (PVMBG) di bawah Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

BMKG sempat dianggap kurang profesional dalam menyampaikan informasi ke masyarakat karena simpang siur kabar tsunami Selat Sunda.

Rabu (26/12/2018), laman Twitter resmi BMKG (@infoBMKG) membagikan sebuah tulisan dari pegawainya yang bernama Priyobudi.

Tulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai penyebab tsunami Selat Sunda tak terdeteksi sehingga menyebabkan kerugian besar.

Dilansir dari Twitter @infoBMKG, berikut tulisan lengkapnya:

Baca Juga : Jadi Korban Tsunami Banten, Aa Jimmy dan Istri Dikubur dalam Liang Lahat Bersebelahan

MENJARING AYAM DENGAN PERANGKAP GAJAH (Pelajaran dari peristiwa tsunami Selat Sunda)

Gempabumi tektonik, gunungapi atau longsor adalah bencana geologi yang memiliki karakter berbeda.

Tetapi ketiganya dapat menyebabkan tsunami yang merusak.

Gempabumi dapat menyebabkan tsunami jika kekuatannya cukup besar umumnya magnitudo 7 ke atas atau jika ukuran patahannya sebesar kira-kira 50x10 km persegi dengan pergeseran sekitar 1 meter atau lebih.

Dengan dimensi pergerakan sebesar itu, sinyal gempa ini sangat mudah ditangkap dengan alat seismograf meskipun pada jarak yang cukup jauh.

Selanjutnya kita sebut gempabumi tektonik ini sebagai 'gajah'.

Saat ini, BMKG sudah memiliki perangkap gajah yang ukuran jaringnya kira-kira 100x100 km persegi.

Tsunami Selat Sunda disebabkan oleh erupsi gunungapi yang diikuti longsor.

Ukuran erupsi gunungapi ini jika dikonversi menjadi kekuatan gempa adalah gempa magnitudo 3.

Begitupun longsor yang terjadi jika dikuantifikasi dalam skala gempa hanya sekitar magnitudo 2.

Ukuran ini sangat jauh lebih kecil dari gempabumi tektonik magnitudo 7.

Selanjutnya kita sebut gunungapi sebagai 'ayam' dan longsor sebagai 'anak ayam'.

Tentu sangat sulit menangkap ayam dan anak ayam ini dengan menggunakan perangkap gajah yang dimiliki BMKG.

Selain itu, BMKG hanya disuruh menangkap gajah karena dampak kerusakan yang ditimbulkan gajah ini sangat besar jika dia datang.

Untuk menangkap ayam ini diperlukan ukuran jaring yang lebih kecil sekitar 1 hingga 3 km persegi.

Dan saat ini yang diberi wewenang untuk menangkap ayam adalah PVMBG.

Pihak PVMBG pun saat ini dalam kondisi yang terbatas untuk menangkap ayam-ayam tersebut.

Tulisan ini tidak untuk saling menyalahkan.

Justru mendorong pemerintah untuk terus mengembangkan jaring ayam di PVMBG atau membangun kolaborasi BMKG-PVMBG untuk mengelola jaring gajah dan ayam sekaligus.

*Kalau untuk monitoring gempa volkanik jaringan kita terlalu renggang (sesuai jaring untuk menangkap gajah), untuk monitoring gunungapi perlu jaringan yang lebih rapat (sesuai jaring untuk menangkap ayam).

Compiled by Priobudi.

Baca Juga : Lama Tak Bertemu, Aura Kasih Berduka Dengar Kabar Dylan Sahara Meninggal Dunia Akibat Tsunami Banten

Tulisan ini direpost di Facebook Daryono BMKG.

Penjelasan dengan analogi perangkap gajah, ayam dan anak ayam diharapkan dapat diterima lebih mudah oleh masyarakat.

Itulah alasan mengapa tsunami Selat Sunda tidak terdeteksi.

Pertama, ketiadaan peralatan.

Kedua, bukan wewenang BMKG untuk menginformasikan bencana terkait aktivitas vulkanik gunungapi.

Baca Juga : Sehari Pasca sang Suami Dimakamkan, Istri Herman Sikumbang Ungkapkan Kerinduannya Lewat Sebuah Video Nostalgia

Dilansir dari Kompas.com, Presiden Jokowi telah meminta kementerian serta lembaga terkait untuk memeriksa peralatan deteksi tsunami di Indonesia.

Jika memang ada yang tidak berfungsi lagi, Presiden Jokowi berjanji untuk pengadaan kembali peralatan tersebut pada 2019.

"Saya kira ini masuknya ke anggaran baru 2019. Januari itu akan saya perintahkan untuk mengganti peralatan-peralatan yang rusak atau yang sudah lama dan tidak bisa dipakai," ujar dia.

(*)