Purbo menjelaskan, dari Pos Pengamatan Gunung Api (PGA) Pasauran, saat ini puncak Gunung Anak Krakatau terpantau lebih rendah dibandingkan dengan Pulau Sertung yang memiliki ketinggian 182 meter.
Lebih lanjut Purbo menjelaskan, letusan surtseyan yang terjadi di perbatasan antara lereng dan permukaan laut membuat magma menyentuh air laut dan membuat magma kemudian meledak.
"Magma ini yang kemudian berubah, terlempar menjadi abu," jelas Purbo.
Selain itu, Purbo juga menjelaskan, pasca-letusan, volume Anak Krakatau yang diperkirakan hilang 150 hingga 180 juta meter kubik, dengan volume yang tersisa diperkirakan antara 40 juta hingga 70 juta meter kubik.
Berkurangnya volume tubuh gunung Anak Krakatau diperkirakan karena adanya proses rayapan tubuh gunung api yang disertai oleh laju erupsi yang tinggi dari 27 hingga 28 Desember 2018.
Saat ini letusan gunung Anak Krakatau bersifat impulsif, sesaat sesudah meletus tidak tampak lagi asap yang keluar dari kawah Gunung Anak Krakatau.
Adapun terdapat dua tipe letusan, yaitu letusan strombolian dan surtseyan
Sebelumnya, status gunung Anak Krakatau telah dinaikkan dari waspada (level II) menjadi siaga (level III) dengan zona berbahaya diperluas dari 2 kilometer menjadi 5 kilometer.