Find Us On Social Media :

Gegara Presiden dan Perdana Menterinya Saling Ejek, Laporan Intelijen Serangan Teror Bom Sri Lanka Hanya Dianggap Bualan

Keluarga korban pemboman di Sri Lanka nampak terpukul ketika mengebumikan sanak saudaranya.

"Jika nama-nama orang yang terlibat sudah diketahui, mengapa mereka tidak ditangkap?" tambahnya.

Publik Sri Lanka bahkan mempunyai tema baru yakni menjuluki peristiwa ini sebagai "kegagalan kolosal di pihak dinas intelijen."

Sama seperti Ranil, kini Sirisena bertindak telat dengan membentuk Komite Khusus untuk menyelidiki serangan teror ini.

"Itulah sebabnya presiden telah menunjuk komite untuk memahami dan memastikan apa yang salah," kata penasehat senior presiden, Shiral Lakthilaka.

Namun asal muasal leletnya pemerintah menangani sebuah masalah keamanan nasional Sri Lanka sudah dimulai pada tahun lalu.

Tak lain tak bukan lantaran karena perseteruan Ranil dan Sirisena.

Contoh saja Sirisena tak mau membagi informasi perihal kondisi terkini keadaan negara Sri Lanka kepada Ranil.

Berangkat dari sinilah Ranil menepis anggapan ia tak berbuat apa-apa perihal laporan intelijen mengenai rencana serangan teror karena Sirisena pelit dalam membagi informasi.

Hal inilah yang menyebabkan Ranil menunggu perkembangan lebih lanjut walau keputusannya itu berakibat fatal.

Pihak Sirisena pun tak tinggal diam saja mengetahui hal ini.

Mereka balas mengkritik Ranil yang dinilai sudah cukup laporan intelijen itu saja untuk membuat tindakan pencegahan karena dalam laporan sudah tercantum nama, tempat tinggal dan nomor telepon para pelaku serangan teror.

Saling tuding inilah dan mbuletnya proses pemerintahan Sri Lanka yang membuat gerakan radikal di sana tumbuh subur.

Akibatnya sudah jelas, rakyat Sri Lanka yang menjadi korban tak berdosa atas keegoisan para elit politiknya. (Seto Aji/Gridhot.ID)