Find Us On Social Media :

Mengenal Legenda Astronomi Galileo-nya Indonesia, Kiai Turaikhan Adjuri yang Jadi Panutan Gus Dur

Gus Dur ketika meminta maaf kepada Kiai Tur dengan mencium tangan beliau.

Gridhot.ID - Penentuan 1 Ramadhan terkadang menjadi polemik tersendiri di masyakarat.

Terkadang pemerintah dan ormas Islam berbeda mengenai penetapan awal puasa.

Namun ada seorang ulama yang menjadi panutan saat penetapan awal puasa.

Mengutip akun instagram @ulama.nusantara, Selasa (14/5/2019) nama Kiai Haji Turaikhan Adjuri amat dikenal luas oleh masyarakat Indonesia zaman Orde Baru.

Baca Juga : Kapok! Ketangkap Usai Curi Kotak Amal Masjid, Seorang Pria Menangis Karena Dimandikan di Tempat Pembaringan Jenazah

Kiai Tur, sapaan akrabnya sampai dijuluki Galileonya Indonesia lantaran pemahamannya dalam dunia astronomi patut diacungi jempol.

Meski beliau menolak disebut ahli falak, ilmu perbintangan dalam Islam untuk menentukan arah qiblat, waktu shalat dan tanggal mulai dan berakhirnya bulan-bulan dalam tahun Hijriyah, Kiai Tur selalu dijadikan rujukan ahli astronomi Indonesia.

Bermodalkan teropong Teodolit, Kiai Tur bisa memahami dengan mudah pergerakan bulan dan bintang untuk menentukan apa yang disebut di atas.

Namun Kiai Tur sempat mendapat masalah karena bersikukuh akan apa yang ia kemukakan.

Baca Juga : Bukan Hanya HS, Ibu-ibu Berbaju Putih dalam Video Juga Bakal Ditangkap, Polisi : Masih Dilakukan Penelusuran

Contoh saja saat ia menentukan lebaran tidak bebarengan dengan pemerintah pada tahun 1990.

Ia lantas diinterogasi di Koramil Kudus akibat hal tersebut.

"Urusan saya adalah agama," ujar sang Kiai ketika diinterogasi.

Bahkan pada gerhana matahari, Kiai Tur memerintahkan agar masyarakat keluar rumah melihat gerhana dan melaksanakan salat Kusuf bagi umat Muslim.

Baca Juga : Miris! Tinggal Serumah Bersama Mayat Istri, Pensiunan PNS di Depok Ngamuk Saat Jenazah Dibawa Keluar

Hal ini bertentangan dengan anjuran pemerintah agar di dalam rumah saja saat gerhana terjadi.

Saking tersohornya, Kiai Haji Abdurrahman Wahid alias Gus Dur menjadikan Kiai Tur sebagai panutannya.

Sebab-sebab diatas itulah yang membuat Kiai Tur menjadi 'Duri dalam daging' bagi rezim Orba.

Kiai Tur wafat di Kudus pada tahun 1999.

Sebelum wafat, Kiai Tur mewariskan ilmu falaknya kepada sang putra bernama Sirril Wafa’. Juga dua santri kesayangannya: KH Nur Ahmad di Krian, Jepara, dan KH Ma’sum Rosyidi di Kudus. (Seto Aji/Gridhot.ID)