Find Us On Social Media :

Sebut KPU Curang, Waketum Gerindra Ajak Boikot Hasil Pilpres dengan Tolak Bayar Pajak

Prabowo Subianto

Laporan Wartawan GridHot.ID, Siti Nur Qasanah

GridHot.ID - Situasi Pemilu 2019 semakin memanas setelah memasuki masa final penghitungan suara.

Pengumuman perihal siapa yang akan memimpin Indonesia selama lima tahun ke depan akan diberitahukan secara masif oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 22 Mei 2019 besok.

Namun, KPU menghadapi kritik dari kubu calon presiden 02 Prabowo Subianto menjelang proses akhir penghitungan suara.

Baca Juga: Suaminya Dituding Non Muslim, Maia Estianti Tersulut Emosi: Jangan Fitnah!

Calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto menyatakan akan menolak hasil Pilpres 2019 yang ditetapkan oleh KPU.

Prabowo menuduh telah terjadi kecurangan selama penyelenggaraan pemilu, dari mulai masa kampanye hingga proses rekapitulasi hasil perolehan suara yang saat ini masih berjalan.

Kendati demikian, pihak Badan Pemenangan Nasional (BPN) pasangan Prabowo-Sandiaga tidak akan mengajukan gugatan sengketa Pemilu ke Mahkamah konstitusi (MK).

Baca Juga: Pemuda Garut Nekat Setubuhi Puluhan Gadis ABG dengan Alasan Ritual Buang Sial

Lantas, apa yang sebenarnya dinginkan oleh pihak Prabowo-Sandiaga?

Mengutip dari laman Antara News, Dahnil Anzar selaku koordinator juru bicara BPN menyebut tidak akan mengajukan sengketa Pemilu ke MA lantaran sudah tak lagi percaya terhadap hukum.

"Karena ada distrust, kami memutuskan tidak akan melakukan gugatan ke MK," kata dia, Rabu (15/4/2019).

Kehilangan rasa kepercayaan terhadap lembaga hukum, kata Dahnil, terjadi setelah menjalani segala proses tahapan Pemilu.

Baca Juga: Pemuda Garut Nekat Setubuhi Puluhan Gadis ABG dengan Alasan Ritual Buang Sial

"Terus terang, kami melihat proses hukum yang sudah kami lalui, mulai dari proses kampanye, kami banyak dihalang-halangi, kriminalisasi tokoh-tokoh BPN, kemudian pada saat pencoblosan, pasca pencoblosan, kami kehilangan distrust proses hukum," kata mantan Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah ini.

Ia menambahkan, saat ini hukum sudah diinterpretasikan oleh siapa yang paling kuat.

Saat ini, kata Dahnil, BPN Prabowo-Sandi akan fokus menunggu perkembangan beberapa hari ke depan. Seperti yang disampaikan Prabowo fokus pada proses adil dan berkeadilan itu dulu.

Baca Juga: Miris! Seorang Remaja Memutuskan Bunuh Diri Setelah Pengikutnya di Instagram Polling Dirinya untuk Mati

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono, meminta agar pendukung 02 tidak mengakui hasil Pilpres 2019.

Dilansir GridHot.ID dari Kompas.com, Arief mengatakan, pendukung Prabowo-Sandiaga tidak perlu lagi mengakui pemerintah yang terbentuk pada periode 2019-2024.

"Masyarakat yang telah memberikan pilihan pada Prabowo Sandi tidak perlu lagi mengakui hasil pilpres 2019 dengan kata lain jika terus dipaksakan hasil pilpres 2019 untuk membentuk pemerintahan baru, maka masyarakat tidak perlu lagi mengakui pemerintahan yang dihasilkan Pilpres 2019," ujar Arief melalui keterangan tertulisnya, Rabu (15/5/2019).

Menurut Arief, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh pendukung Prabowo-Sandiaga. Pertama, dengan menolak membayar pajak kepada pemerintah.

Baca Juga: Kasusnya Makin Runyam, Vanessa Angel Mantap Laporkan 7 Penyidik Polda Jatim ke Mabes Polri

Sebab, pemerintah yang terbentuk dari penetapan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak sah.

"Tolak bayar pajak kepada pemerintahan hasil Pilpres 2019 yang dihasilkan oleh KPU yang tidak legitimate itu adalah hak masyarakat karena tidak mengakui pemerintahan hasil Pilpres 2019," kata Arief.

Ia juga menyarankan para pendukung melakukan aksi diam dan tidak melontarkan kritik apapun terhadap pemerintah.

Baca Juga: Viral! Bayinya Luka di Pipi Sampai Menderita Berhari-hari, Seorang Ayah Menyesal Ajak Putranya ke Kondangan

Selain itu Arief menilai caleg dari Partai Gerindra dan parpol koalisi tidak perlu ikut masuk ke parlemen periode 2019-2024.

"Kita lakukan gerakan boycott pemerintahan hasil Pilpres 2019 seperti yang pernah diajarkan oleh Ibu Megawati ketika melawan rezim Suharto yang mirip dengan rezim saat ini," tuturnya.

"Yang pasti negara luar juga tidak akan mengakui pemerintahan hasil Pilpres 2019 nantinya. Ini penting agar sistem demokrasi yang jujur, bersih dan adil bisa kita pertahankan," kata Arief.