Gridhot.ID - Dalam 40 tahun terakhir, tanah di Jakarta dikatakan kian menurun dan menjorok.
Data tersebut ditemukan berdasarkan laporan komunitas setempat.
Fenomena ini disampaikan Organisation for Economic and Cooperation Development (OECD) dalam Green Growth Policy Review (GPPR) 2019 yang dirilis di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rabu (10/7/2019).
Baca Juga: Jadi Orang Pertama yang Temukan Jenzah Thoriq di Gunung Piramid, Eko Prasetyo: Saya Langsung Adzan
"Penurunan akibat ekstraksi air tanah yang berlebihan dan subsidensi lahan," tulis koordinator studi Eija Kiiskinen dan Britta Labuhn dalam laporannya.
Meskipun lima persen sumber air tawar dunia berada di Indonesia, beberapa wilayah di Indonesia justru menghadapi kelangkaan air.
Mutu air tawar sering kali rendah akibat tercemar limbah rumah tangga dan industri yang tidak dibuang tanpa diolah terlebih dahulu.
Baca Juga: Ngeri, Pemandangan Mayat Wanita dan Anak-anak Korban Pembantaian Etnis di Papua Nugini
Separuh sungai-sungai di Jawa, pulau terpadat Indonesia, digolongkan tercemar atau tercemar berat.
Akses pada air dan sanitasi masing-masing meningkat 72 persen dan 68 persen pada 2017, tetapi ketimpangan antardaerah masih tinggi. Ekspansi jaringan pasokan air dan saluran pembuangan belum dapat menyamai pertumbuhan populasi dan urbanisasi.
Baca Juga: Batal Naik Pelaminan, Ridho Rhoma Akan Kembali Dijebloskan ke Penjara Usai Salat Jumat Minggu Ini
Hal ini, ditambah dengan pencemaran air permukaan, memaksa banyak warga mengandalkan air tanah.