Find Us On Social Media :

Berdarah Dingin Tembak Seniornya Sendiri di Kantor Polisi, Brigadir Rangga Tianto Tak Pernah Punya Catatan Buruk di Kesatuan, Namun Psikolog Singgung Kondisi Pekerjaan

Ilustrasi senjata penembakan

Baca Juga: Diterjang Tembakan Juniornya di Polsek Cimanggis, Bripka Rahmat Sempat Ucap Permintaan Terakhir Pada Kerabat, Memohon Agar Anaknya yang Baru Masuk SMP Diantar ke Sekolah

"Nah, orang-orang tersebut menjadi berbahaya ketika dia memegang senjata (api). Itu sebabnya seleksinya sangat ketat, siapa yang boleh memegang senjata dan siapa yang tidak," ungkap Ratih melalui sambungan telepon.

Polisi yang bertugas di lapangan menurutnya sangat keras karena sifat pekerjaan, ruang lingkup dan kasus kriminal yang dihadapi mereka tiap hari.

Sehingga hal-hal tersebut berpengaruh kepada kejiwaan seseorang.

Baca Juga: Seruduk Puskesmas Hingga Tewaskan Putri Seorang Bidan, Pengemudi Trailer yang Alami Kecelakaan maut di Mojosongo Boyolali Tak Punya SIM dan Konsumsi Narkoba

"Sehingga bisa saja ada oknum, saya sebutnya oknum, yang menjadi lebih mudah teriritasi ketimbang yang lain," papar Ratih.

Oknum-oknum yang mudah teriritasi atau mudah tersinggung inilah yang menjadi berbahaya ketika dibekali senjata.

"Kalau dari kronologisnya kan begitu ditolak (RT) langsung marah, mungkin kemudian dijawab dengan adu mulut yang kemudian sampai ke peristiwa penembakan itu," ujar Ratih yang sudah menjadi psikolog lebih dari 25 tahun.

Baca Juga: Babak Baru Kasus Polisi Tembak Mati Polisi di Depok, Berawal dari Keinginan Loloskan Pelaku Tawuran Berakhir dengan Ancaman Hukuman Mati

Ratih kemudian mengaakan kalau sabar saja tidak akan cukup bagi polisi yang tiap harinya harus mendapatkan pekerjaan yang berat.

"Jadi, asesmen memang perlu dilakukan secara teratur untuk mereka (polisi) yang pegang senjata. Asesmen untuk rotasi penempatan juga perlu dilakukan dengan cermat," ungkap Ratih

(*)