Find Us On Social Media :

Berdarah Dingin Tembak Seniornya Sendiri di Kantor Polisi, Brigadir Rangga Tianto Tak Pernah Punya Catatan Buruk di Kesatuan, Namun Psikolog Singgung Kondisi Pekerjaan

Ilustrasi senjata penembakan

Laporan Wartawan Gridhot.ID, Angriawan Cahyo Pawenang

Gridhot.ID - Kasus polisi tembak polisi hingga tewas menjadi heboh di masyarakat.

Dikutip dari Warta Kota dan Tribun Jakarta, Brigadir Rangga Tianto tega menembak mati seniornya Bripka Rachmat Effendi di ruang SPK Polsek Cimanggis Depok.

Kejadian itu diduga terjadi karena pelaku emosi dengan perkataan korban.

Baca Juga: Bumbungan Abu Vulkaniknya Terlihat Jelas dari Menara Sate, Gunung Tangkuban Parahu Kembali Erupsi Usai 25 Tahun Berlalu Sejak Letusan Terkahirnya

Bripka Rahmat diketahui tidak memperbolehkan keponakan sang Brigadir yang merupakan pelaku tawuran lolos dari penangkapan.

Diduga tersinggung dengan perkataan Bripka Rahmat, pelaku kemudian melakukan penembakan jarak dekat hingga menewaskan seniornya.

Padahal Brigadir Rangga diketahui tidak pernah memiliki catatan buruk di satuannya.

Baca Juga: Usai Aksi Wanita Jilat Es Krim, Kini 2 Remaja Lakukan Hal Serupa dengan Ludahi Botol Soda di Supermarket Lalu Dikembalikan ke Lemari Pendingin

Dikutip dari Kompas.com, direktur Polair Baharkam Polri Brigjen Lotharia Latif menilai Rangga sebagai sosok yang bertanggung jawab dan disiplin dalam menjalankan tugasnya.

Latif mengatakan kalau Rangga tak pernah memiliki catatan buruk selama bertugas.

Bahkan Brigadir Rangga juga diketahui tidak pernah memiliki masalah dalam keluarganya.

Baca Juga: Junior Penembak Bripka Rahmat Berstatus Paman Pelaku Tawuran, Saksi Ceritakan Detik-detik Mencekam di Polsek Cimanggis Saat 4 Letusan Terdengar, Seluruh Anggota Polisi Keluar Tak Ada yang Berani Melerai

"(Brigadir Rangga) bertugas di Polair sudah cukup lama. Sejauh ini, yang bersangkutan bertugas seperti biasa, wajar, tidak ada catatan buruk baik itu etika, kedisiplinan, maupun pidana," ujar Latif.

Bahkan Latif menyesalkan perbuatan Rangga yang bisa sampai terpancing emosi itu.

"Kita menyesalkan dan sungguh tidak menduga ada kejadian sepert ini. Kita serahkan sepenuhnya kepada penyidik proses pemeriksaannya," ungkap Latif.

Baca Juga: Punya Penghasilan Super Fantastis, Bocah 6 Tahun Asal Korea ini Jajan Rumah Seharga Rp 100 Miliar

Kejadian ini menjadi pelajaran tersendiri bagi pihak kepolisian.

Pasalnya kini para petinggi harus mengawasi lagi penggunaan senjata oleh para anggotanya.

Melihat kondisi ini seorang psikolog sebut adanya kondisi yang memungkinkan seseorang melakukan hal keji tersebut.

Baca Juga: Punya Penghasilan Super Fantastis, Bocah 6 Tahun Asal Korea ini Jajan Rumah Seharga Rp 100 Miliar

Dikutip dari Kompas.com, Ratih Ibrahim selaku psikolog mengatakan assesmen penilaian untuk masuk ke satuan sangat ketat dan panjang.

Ratih mengatakan bisa saja ada faktor yang terlewat dalam proses asesmen tersebut.

Seperti kondisi kepribadian dan emosional para anggota.

Baca Juga: Diterjang Tembakan Juniornya di Polsek Cimanggis, Bripka Rahmat Sempat Ucap Permintaan Terakhir Pada Kerabat, Memohon Agar Anaknya yang Baru Masuk SMP Diantar ke Sekolah

"Nah, orang-orang tersebut menjadi berbahaya ketika dia memegang senjata (api). Itu sebabnya seleksinya sangat ketat, siapa yang boleh memegang senjata dan siapa yang tidak," ungkap Ratih melalui sambungan telepon.

Polisi yang bertugas di lapangan menurutnya sangat keras karena sifat pekerjaan, ruang lingkup dan kasus kriminal yang dihadapi mereka tiap hari.

Sehingga hal-hal tersebut berpengaruh kepada kejiwaan seseorang.

Baca Juga: Seruduk Puskesmas Hingga Tewaskan Putri Seorang Bidan, Pengemudi Trailer yang Alami Kecelakaan maut di Mojosongo Boyolali Tak Punya SIM dan Konsumsi Narkoba

"Sehingga bisa saja ada oknum, saya sebutnya oknum, yang menjadi lebih mudah teriritasi ketimbang yang lain," papar Ratih.

Oknum-oknum yang mudah teriritasi atau mudah tersinggung inilah yang menjadi berbahaya ketika dibekali senjata.

"Kalau dari kronologisnya kan begitu ditolak (RT) langsung marah, mungkin kemudian dijawab dengan adu mulut yang kemudian sampai ke peristiwa penembakan itu," ujar Ratih yang sudah menjadi psikolog lebih dari 25 tahun.

Baca Juga: Babak Baru Kasus Polisi Tembak Mati Polisi di Depok, Berawal dari Keinginan Loloskan Pelaku Tawuran Berakhir dengan Ancaman Hukuman Mati

Ratih kemudian mengaakan kalau sabar saja tidak akan cukup bagi polisi yang tiap harinya harus mendapatkan pekerjaan yang berat.

"Jadi, asesmen memang perlu dilakukan secara teratur untuk mereka (polisi) yang pegang senjata. Asesmen untuk rotasi penempatan juga perlu dilakukan dengan cermat," ungkap Ratih

(*)