Laporan Wartawan Gridhot.ID, Angriawan Cahyo Pawenang
Gridhot.ID - Masih ingat dengan sosok Freddy Budiman yang viral di sekitar tahun 2014 hingga 2016?
Freddy Budiman adalah salah satu bandar narkob terbesar di Indonesia yang sudah memiliki jaringan internasional.
Dikutip dari Kompas.com, Freddy Budiman lahir di Surabaya 19 Juli 1976 sudah bolak-balik masuk jeruji besi di masanya.
Freddy Budiman pernah ditangkap pada tahun 2009 karena kedapatan memiliki 500 gram sabu.
Freddy saat itu divonis 3 tahun 4 bulan penjara atas kasus kepemilikan tersebut.
Tak butuh waktu lama, Freddy akhirnya kembali berususan dengan aparat di tahun 2011.
Dia kedapatan memiliki ratusan gram sabu dan bahan pembuat ekstasi.
Dia juga menjadi terpidana 18 tahun karena kasus narkoba di Sumatera dan menjalani masa tahanannya di Lapas Cipinang.
Namun Freddy diketahui masih mengatur peredaran narkoba di balik jeruji.
Hingga akhirnya di tahun 2012 Freddy divonis hukuman mati karena terbukti mengimpor 1,4 juta butir ekstasi ke Tiongkok.
Sebelum eksekusinya di tahun 2016, Freddy Budiman sempat membuat kegaduhan luar biasa.
Dikutip Gridhot dari Tribunnews, tulisan Haris Azhar selaku Ketua Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) tentang kesaksian Freddy terkait banyaknya oknum yang membantu peredaran narkobanya sempat membuat kehebohan.
Haris mengaku bertemu Freddy di selnya di LP Nusakambangan pada 2014.
Dalam pertemuan tersebut Freddy mengaku kepada Haris kalau dirinya meminta bantuan polisi, BNN, dan Bea Cukai untuk memasukkan narkobanya ke Indonesia.
"Saya telepon polisi, BNN, dan Bea Cukai, dan orang-orang yang saya telepon itu semuanya nitip (menitip harga)," tulis Haris menirukan omongan Freddy.
Freddy melalui pengakuannya ke Haris yang kemudian ditulis mengatakan kalau dirinya menyuap ke berbagai pejabat institusi termasuk BNN miliaran rupiah.
"Makanya saya tidak pernah takut jika ada yang nitip harga ke saya. Ketika ada yang nitip Rp 10.000 per butir, ada yang nitip 30.000 per butir, saya tidak pernah bilang tidak. Selalu saya okekan. Kenapa Pak Haris?"
"Karena saya bisa dapat (untung) per butir Rp 200.000. Jadi kalau hanya membagi rejeki 10.000-30.000 ke masing-masing pihak di dalam institusi tertentu, itu tidak ada masalah. Saya hanya butuh 10 miliar, barang saya datang. Dari keuntungan penjualan, saya bisa bagi-bagi puluhan miliar ke sejumlah pejabat di institusi tertentu."
"Dalam hitungan saya, selama beberapa tahun menyelundupkan narkoba, saya sudah memberi uang 450 miliar ke BNN. Saya sudah kasih 90 miliar ke pejabat tertentu di Mabes Polri. Bahkan saya menggunakan fasilitas mobil TNI bintang dua, di mana si jenderal duduk di samping saya ketika saya menyetir mobil tersebut dari Medan sampai Jakarta dengan kondisi di bagian belakang penuh narkoba. Perjalanan saya aman tanpa gangguan apapun."
Haris menyebut di tulisannya kalau Freddy sudah sempat cerita hal ini ke kuasa hukumnya.
"Saya sudah cerita ke lawyer saya, kalau saya mau bongkar, ke siapa? Makanya saya penting ketemu Pak Haris, biar Pak Haris bisa menceritakan ke publik luas. Saya siap dihukum mati, tapi saya prihatin dengan kondisi penegak hukum saat ini. Coba Pak Haris baca saja di pledoi saya di pengadilan," kata Freddy kepada Haris.
Ketua DPR saat itu, Ade Komarudin bahkan sempat menyatakan semua institusi harus menelusuri tulisan Haris atas kesaksian Freddy.
Namun Haris malah bermasalah akibat tulisannya dan dirinya dilaporkan beberapa institusi ke Bareskrim Mabes Polri.
Sayangnya tulisan Haris ini diviralkan direntang waktu Freddy Budiman akan dieksekusi mati pada Jumat, 29 Juli 2016 di LP Nusakambangan.
Mantan Deputi Bidang Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN) Benny Mamoto menganggap Haris Aszhar terlambat menyampaikan informasi tersebut.
"Seandainya dalam rentang dua tahun, kalau mau ungkap, maka bisa dilakukan upaya kroscek untuk lebih lengkap dulu," ujar Benny dalam diskusi "Polemik" Radio Sindo Trijaya di Jakarta, Sabtu (6/8/2016).
"Kami bisa cek buktinya kalau transfer ke siapa, mungkin sudah terungkap jaringan oknum. Mungkin juga Freddy masih hidup," kata Benny.
"Duh sayang sekali, momentumnya lewat karena Freddy sudah mati," lanjut dia.
Kapolri Jenderal Tito Karnavia sempat bereaksi terkait tulisan tersebut.
Tito menilai, cerita yang disebarkan Haris itu memiliki dua kemungkinan, bisa saja benar-benar ada atau cerita itu karangan Freddy untuk menunda pelaksanaan eksekusi hukuman mati.
"Jangan salah juga, bisa jadi yang bersangkutan menyampaikan itu ?dalam rangka untuk menunda eksekusi, trik-trik seperti ini sering kami temui?," kata Tito.
(*)