Find Us On Social Media :

Disuguhi Tarian Genjer-genjer saat Berkunjung ke Kamboja, Presiden Soeharto Tampilkan Senyuman Misterius

Presiden Soeharto

GridHot.ID - Jenderal Soeharto ditetapkan sebagai pejabat presiden pada 12 Maret 1967 setelah pertanggungjawaban Presiden Soekarno (NAWAKSARA) ditolak MPRS.

Kemudian, Soeharto menjadi presiden sesuai hasil Sidang Umum MPRS (Tap MPRS No XLIV/MPRS/1968) pada 27 Maret 1968.

Tak lama setelah dilantik menjadi presiden, Presiden Soeharto langsung melakukan lawatan luar negeri.

Baca Juga: Dianggap Sebagai Titik Balik Penumpasan G30S, Inilah Keputusan Bung Karno Kala Dirinya Diamankan di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma

Hal itu lumrah mengingat seorang presiden baru juga memerlukan dukungan internasional.

Negara yang dituju oleh Presiden Soeharto adalah Jepang dan Kamboja.

Kunjungan ke Jepang jelas mecerminkan silaturahmi dengan negara sekutu AS, yang disebut telah memberikan dukungan politis dalam membasmi komunis di Indonesia.

Sementara kunjungannya ke Kamboja, yang condong ke komunis, pada 1 April 1968 jelas mengandung resiko.

Baca Juga: Hari Ini, 54 Tahun yang Lalu, Bersama Ratna Sari Dewi, Ini yang Dilakukan Presiden Soekarno Tepat di Malam Gerakan G30S PKI

Perdana Menteri Kamboja saat itu, Norodom Sihanouk, meskipun berasal dari Partai Demokrat, secara politik lebih dekat dengan negara komunis Rusia, China, dan Korea Utara.

Sihanouk juga merupakan teman dekat Bung Karno. Saat itu di Kamboja juga masih eksis Partai Komunis yang sangat berpengaruh, Pracheachon.

Kunjungan Presiden Soeharto ke Kamboja bertujuan untuk mencapai keseimbangan politik luar negeri. Ibarat kata, baik yang pro-Amerika maupun pro-komunis harus sama-sama dikunjungi.

Kedatangan Presiden Soeharto ke Kamboja sebenarnya membuat Sihanouk sangat ketakutan.

Baca Juga: Jarang Diketahui, Sosok Ini Ternyata Jadi Jenderal Kepercayaan Bung Karno, Padahal Tak Jarang Mengabaikan Perintah Sang Proklamator

Bagaimanapun juga, Presiden Soeharto sedang gencar-genacrnya melakukan penumpasan komunis di Indonesia. Kehadirannya dikhawatirkan bisa menimbulkan masalah bagi pendukung komunis di Kamboja.

Tapi kunjungan Presiden Soeharto ke Kamhoja ternyata disambut oleh rakyat Kamboja dengan meriah dan penuh suka cita.

Menurut Duta Besar RI untuk Kamboja saat itu (1968), Marsekal Muda Boediardjo, seperti tertulis dalam buku otobiografinya Siapa Sudi Saya Dongengi, untuk menyambut Presiden Soeharto meriam dibunyikan sebanyak 21 kali dan ribuan orang dikerahkan berkumpul di stadion serta membentuk konfigurasi raksasa yang berbunyi 'Hidup Presiden Soeharto'.

Baca Juga: Permintaan Terkahir Satia, Bocah Penderita Obesitas Asal Karawang yang Meninggal Dunia di Usia Muda, Sang Ayah Beberkan Wasiat Putranya

Di tengah sambutan yang gegap-gempita, tiba-tiba ribuan rakyat Kamboja menari dan menyanyi dengan lagu yang sangat mengejutkan, yakni Genjer-Genjer.

Genjer-Genjer adalah lagu rakyat Banyuwangi yang dianggap punya kedekatan dengan PKI.

Sebagai seorang tentara, Boediardjo segera berbisik kepada Presiden Seoharto bahwa dirinyalah yang salah karena tidak melakukan penelitian terhadap lagu-lagu yang akan dinyanyikan rakyat Kamboja dalam acara sambutannya.

Baca Juga: Cara Busananya Dikomentari Nia Ramadhani, Ayu Ting Ting Berikan Tanggapan Tak Biasa

Boediardjo menyatakan bertanggung jawab atas keteledoran itu dan Presiden Soeharto ternyata hanya diam saja dengan senyumanya yang misterius.

Setelah kejadian itu, karier Boediharjo justru semakin melejit.

Ia dipercaya oleh Presiden menjadi Menteri Penerangan dari tahun 1968 hingga 1973.

Artikel ini telah tayang Intisari Online dengan judul "Saat Kunjungan Pertamanya sebagai Presiden RI, Soeharto Justru Disuguhi Tari 'Genjer-genjer' di Kamboja"

(*)