Find Us On Social Media :

Sebut Keputusan KSAD Andika Perkasa Copot Jabatan Prajurit Beristri Nyinyir Tidak Bijak, Peneliti Militer Ungkap Tak Ada UU Mengatur Perilaku Istri

Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Andika Perkasa saat melakukan konferensi pers di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta, Jumat (11/10/2019)

Laporan Wartawan Gridhot.ID, Angriawan Cahyo Pawenang

Gridhot.ID - Kasus penusukan Wiranto ternyata berefek panjang.

Tak hanya Wiranto yang mengalami luka tusuk dari serangan orang tak dikenal, namun beberapa prajurit jadi kehilangan jabatannya.

Sebenarnya beberapa prajurit-prajurit TNI tersebut tidak melakukan kesalahan secara langsung.

Baca Juga: Simpan Jasad Suami dan Anaknya di Kantong Plastik dalam Rumah, Nenek di Cimahi Tak Mau Kuburkan Keluarganya, Ini Deretan Fakta dan Alasannya

Namun istri-istri mereka diketahui memberi komentar yang dianggap kurang pantas mengenai kasus penusukan Wiranto.

Dikutip Gridhot sebelumnya dari Kompas.com, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa mengungkapkan, hingga Selasa (15/10/2019), tujuh anggota TNI AD telah dicopot dari jabatannya.

Bahkan ada yang juga mendapatkan sanksi berupa penahanan selama puluhan hari.

Baca Juga: Senjata Makan Tuan, Meski Punya Kuasa dan Wibawa, Ratu Kerajaan Ini Justru Mati Tragis di Hadapan Rakyatnya Karena Aturan yang Ia Buat Sendiri

Para prajurit tersebut adalah Dandim Kendari Kolonel HS, Serda Z, Prajurit Kepala dari Korem Padang, Kopral Dua dari Kodim Wonosobo, Sersan Dua di Korem Palangkaraya, Sersan Dua dari Kodm Banyumas, dan seorang Kapten di Kodim Mukomuko Jambi.

Andika menjelaskan kalau enam dari tujuh anggota tersebut dicopot jabatannya akibat unggahan istrinya.

Menanggapi terkait pemberian sanksi ini, seorang peneliti Imparsial bidang Militer, Anton Aliabbas memberikan komentarnya.

Baca Juga: Belum Ada Sebulan Jadi Anggota DPRD DIY, Hanum Rais Sudah Bolos Rapat Paripurna, Gara-gara Laporan Polisi?

Dikutip Gridhot dari Warta Kota, Anton menilai keputusan pencopotan jabatan tersebut tidaklah bijak.

Anton sendiri memang mengakui kalau tindakan para istri prajurit tersebut tidak pantas.

Pasalnya para istri tersebut justru menyebarkan kebencian dari peristiwa musibah yang menimpa Wiranto.

Baca Juga: Diam-diam Nikahi Vannesa yang Terlanjur Hamil Muda, Atlet Ini Tega Tinggalkan Keluarga, Istri Sah Kaget Dapati Identitas Pelakor yang Digilai Suaminya

Namun Anton menilai prajurit tersebut seharusnya cukup diberikan teguran dan peringatan saja.

"Jadi, kalau dilihat lebih lanjut, pemberian sanksi copot jabatan dan hukuman badan kepada prajurit TNI akibat perbuatan istri, adalah langkah yang tidak bijak."

"Semestinya, kalaupun jika pimpinan TNI ingin memberikan sanksi kepada prajurit TNI, cukup hanya teguran ataupun peringatan saja."

Baca Juga: Tangguh di Pertempuran Jarak Dekat Operasi Penumpasan PGRS, Hendropriyono, Mantan Anggota Kopassus yang Kini Jadi Mertua KSAD Andika Perkasa, Simpan Kisah Tak Terduga, Siap Kehilangan Nyawa demi Negara

"Itu sudah cukup karena catatan tersebut akan menjadi bagian dalam rekam jejak karier," kata Anton

Anton kemudian menggunakan Undang-undang sebagai acuannya.

Dirinya menilai UU mengenai disiplin militer hanya mengatur tentang para prajurit TNI saja tidak termasuk istri maupun anggota keluarga yang lain.

Baca Juga: Dibully Sejak SD Sampai Tak Ada yang Mau Berteman, Penyanyi Ini Akui Tak Pernah Menyimpan Dendam, Biarlah Hal Itu Jadi Pelajaran Berharga untuk Dirinya

Bahkan dalam UU tersebut Anton menjelaskan tak ada aturan mengenai pembatasan ekspresi politik.

Dirinya menambahkan kalau tidak ada UU yang mengatur tentang perilaku istri prajurit TNI.

Anton mengatakan kalau peristiwa pencopotan jabatan akibat kelakukan istrinya merupakan yang pertama kali dalam sejarah TNI.

Baca Juga: Dikenal dengan Senjata-senjata Kontroversialnya, Kim Jong Un Perintahkan Ilmuan Korut Kloning Manusia untuk Ciptakan Pasukan Super Kim, Berikut Kesaksian Mata-mata CIA

"Sejauh pengamatan saya, ini adalah kejadian pertama, bahwa ada yang kehilangan jabatan sebagai dampak dari dugaan pelanggaran etika dalam bermedsos," papar Anton.

(*)