Find Us On Social Media :

Tok! Ini Besaran Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan yang Disahkan Presiden, Lihat Perbedaan Tiap Kelasnya!

BPJS Kesehatan

Laporan wartawan GridHot.ID, Dewi Lusmawati

GridHot.ID - Bagi rakyat Indonesia, keberadaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) sudah tak asing lagi.

BPJS Kesehatan yang merupakan Badan Hukum Publik yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden ini, memiliki tugas untuk menyelenggarakan jaminan Kesehatan Nasional bagi seluruh rakyat Indonesia

Tujuan dibentuknya BPJS Kesehatan yakni untuk mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan kesehatan yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya sebagai pemenuhan kebutuhan dasar hidup penduduk Indonesia.

Baca Juga: Menguak Fenomena Masyarakat Berobat di Luar Negeri, Rumah Sakit di Medan Sampai Rujuk Pasiennya ke Malaysia, BPJS dan KIS dipertanyakan

Tugas dan fungsinya yang sangat vital dalam upaya memberi jaminan kesehatan bagi segenap penduduk Indonesia, membuat BPJS Kesehatan dianggap berjasa bagi para penggunanya.

Meski bermanfaat bagi banyak orang, nyatanya, BPJS Kesehatan kini mengalami situasi sulit bak menelan buah simalakama.

Bagaimana tidak, Masalah keuangan yang mendera Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) seolah tak pernah usai.

Baca Juga: Idap Tumor Otak Stadium 4, Agung Hercules Akui Tak Gengsi Manfaatkan Fasilitas BPJS

Dikutip GridHot.ID dari Kontan, BPJS Kesehatan masih mencatatkan defisit sebesar Rp 7 triliun hingga Juni 2019.

Alhasil, BPJS Kesehatan kesulitan melunasi tagihan-tagihan rumahsakit yang bermitra dengannya sehingga membuat lembaga ini terancam kena denda.

Dengan tagihan yang gagal bayar mencapai Rp7 triliun, maka dapat dipastikan BPJS Kesehatan harus menghadapi denda 1% dari setiap keterlambatan klaim, yaitu sebesar Rp70 miliar.

Kondisi tersebut membuat BPJS Kesehatan semakin terbebani karena defisit tahun lalu belum tertutupi.

Baca Juga: Bak Buah Simalakama, Meski Keberadaannya Dianggap Berjasa, BPJS Kesehatan Kini Terancam Denda Usai Merugi dan Tak Bisa Bayar Kewajiban Rp 7 Triliun ke Rumah Sakit yang Jadi Mitranya

Usai santer kabar defisit yang dialami BPJS Kesehatan, kini pemerintah membuka rencana untuk menaikkan iuran program jaminan kesehatan nasional (JKN) yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Dikutip GridHot.ID dari Kontan, dengan pertimbangan untuk meningkatkan kualitas dan kesinambungan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), pemerintah mengerek iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Keputusan kenaikan iuran BPJS Kesehatan tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Beleid yang Presiden Joko Widodo teken ini terbit dan berlaku pada 24 Oktober 2019 lalu.

Pasal 29 Perpres No. 75/2019 menyebutkan, iuran bagi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan dan penduduk yang pemerintah daerah daftar naik menjadi Rp 42.000 per orang per bulan. Premi baru ini berlaku mulai 1 Agustus 2019.

Baca Juga: Setelah Alami Defisit, BPJS Kesehatan Berencana Naikan Iuran Peserta Hingga Lebih dari 50 Persen, Berikut Daftar Lengkap Usulan Kenaikannya

Kemudian, iuran bagi peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) yang terdiri atas pejabat negara, pimpinan dan anggota DPRD, PNS, anggota TNI dan Polri, kepala desa dan perangkat desa, serta pekerja atau pegawai menjadi sebesar 5% dari gaji per bulan.

“Iuran sebagaimana dimaksud dibayar dengan ketentuan sebagai berikut: 4% (empat persen) dibayar oleh pemberi kerja dan 1% (satu persen) dibayar oleh peserta,” bunyi Pasal 30 ayat (2) Perpres No. 75/2019 seperti dikutip situr resmi Sekretariat Kabinet, Rabu (30/10).

Kewajiban pemberi kerja dalam membayar iuran, menurut Perpres Jaminan Kesehatan, dilaksanakan oleh: pertama, pemerintah pusat untuk iuran bagi pejabat negara, PNS pusat, anggota TNI dan Polri, serta pekerja atau pegawai instansi pusat.

Kedua, pemerintah daerah untuk iuran bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah, pimpinan dan anggota DPRD, PNS daerah, kepala desa dan perangkat desa ,dan pekerja atau pegawai instansi daerah.

“Iuran sebagaimana dimaksud dibayarkan secara langsung oleh pemberi kerja kepada BPJS Kesehatan melalui kas negara kecuali bagi kepala desa dan perangkat desa,” bunyi Pasal 30 ayat (4) Perpres No. 75/2019.

Baca Juga: Idap Tumor Otak Stadium 4, Agung Hercules Akui Tak Gengsi Manfaatkan Fasilitas BPJS

Gaji yang digunakan sebagai dasar perhitungan iuran bagi peserta PPU untuk pejabat negara, pimpinan dan anggota DPRD, PNS, anggota TNI dan Polri terdiri atas upah pokok, tunjangan keluarga, tunjangan jabatan atau tunjangan umum, tunjangan profesi, dan tunjangan kinerja atau tambahan penghasilan bagi PNS daerah.

Sementara gaji yang dipakai sebagai dasar perhitungan iuran bagi peserta PPU untuk kepala desa dan perangkat desa berdasarkan penghasilan tetap.

Ketentuan mengenai komposisi persentase dan dasar perhitungan iuran bagi Peserta PPU untuk pejabat negara, PNS pusat, anggota TNI dan Polri mulai berlaku 1 Oktober 2019. Sedang iuran peserta PPSU di lingkungan pemerintah daerah dan pegawai swasta berlaku 1 Januari 2020.

Baca Juga: Minta Peserta Meninggal Datang Langsung ke Kantor Cabang, Akun Twitter BPJS Kesehatan Dibully Netizen

Adapun iuran bagi peserta Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja sebesar Rp 42.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III. Lalu, Rp 110.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II.

Dan, sebesar Rp 160.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I. “Besaran iuran sebagaimana dimaksud mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2020,” bunyi Pasal 34 ayat (2) Perpres No. 75/2019.

 

(*)