GridHot.ID - Insiden pembajakan pesawat memang pernah beberapa kali terjadi.
Seperti halnya, insiden pembajakan yang menyasar pesawat GA-206 'Woyla' milik maskapai Garuda Indonesia yang transit di Bandara Talang Betutu, Palembang, pada 28 Maret 1981.
Pesawat yang dipiloti oleh Herman Rante itu awalnya dipaksa mengalihkan penerbangan ke Colombo, Srilanka.
Namun karena bahar bakar pesawat tidak cukup, pesawat akhirnya mendarat di Penang, lalu menuju Bandara Don Muang, Bangkok.
Dilansir dari artikel yang tayang di Intisari Online pada Mei 2018, lima orang pembajak menuntut pemerintah Indonesia membebaskan 80 anggota Komando Jihad yang dipenjara karena beberapa kasus.
Kasus tersebut antara lain penyerangan Mapolsek Pasir Kaliki, Teror Warman di Raja Paloh, serta aksi lainnya sepanjang tahun 1978-1980.
Selain itu, mereka juga meminta uang sebesar USD 1,5 juta (sekitar Rp 20 milliar saat ini).
Menjawab tuntutan tersebut, Presiden Soeharto langsung melakukan operasi militer yang dipimpin oleh Asintel Panglima ABRI Mayjen Benny Moerdani.
Dalam keterangannya, Benny menjelaskan bahwa operasi militer keberhasilannya adalah 50:50.
Baca Juga: Berurai Air Mata Saat Putri Semata Wayangnya Disumpahi Cepat Mati, Ayu Ting Ting: Ya Gue Capek
Yang mana itu berarti operasi bisa berhasil tapi akan ada jatuh korban yang banyak mengingat semua pembajak memliki senjata api dan granat.
Terlebih, saat itu seluruh kekuatan pasukan ABRI sedang menggelar latihan gabungan di Ambon, begitu juga dengan para prajurit Kopasandha (Kopassus).
Sedangkan, perwira paling senior di Markas Kopassus di Jakarta hanya tinggal Letkol Sintong Panjaitan.
Baca Juga: Masih Ingat Udin Sedunia, Begini Kehidupannya Sekarang Usai Tak lagi Wara-wiri di Layar Kaca
Letkol Sintong Panjaitan tak ikut ke Ambon karena kakinya sedang patah saat mengikuti latihan terjun payung.
Sintong lantas ditunjuk oleh Komandan Kopasandha Brigjen Yogie S Memet unrtuk memimpin operasi pembebasan sandera tersebut.
Operasi pembebasan sandera Garuda Woyle sebenarnya merupakan operasi yang rumit karena berlangsung di negara lain sehingga membutuhkan kerja sama diplomatik.
Jika dibandingkan dengan operasi pasukan khusus lainnya, seperti pasukan khusus Israel yang pernah sukses membebaskan sandera di Entebe, Uganda atau pasukan khusus AS yang sukses membunuh Osma Bin Laden di Pakistan, cara kerja Kopassus di Thailand lebih profesional dan terhormat.
Sebab, saat melaksanakan misi pembebasan sandera di Thailand, pasukan Kopassus menghargai kedaulatan negara tersebut.
Sedangkan pasukan Israel masuk ke Uganda secara diam-diam dan malah terlibat pertempuran dengan pasukan Uganda.
Demikian juga pasukan khusus AS, ketika masuk wilayah Pakistan untuk menangkap Osama mereka melakukannya secara diam-diam sehingga pemerintah Pakistan sampai melancarkan protes.
Dari sisi waktu, pasukan Kopassus bisa membebaskan sandera dalam waktu 3 menit, pada dini hari 31 Maret 1981, tanpa ada yang terbunuh.
Atas prestasi itu, media-media internasional seperti The Asian Wall Street Journal, mendudukkan Kopassus sebagai pasukan khusus terbaik di dunia.
Apalagi jika melihat kenyataan bahwa pasukan yang diturunkan untuk melaksanakan missi pembebasan sandera merupakan pasukan antiteror yang dibentuk secara dadakan dan dikomandani seorang perwira yang sedang cedera.
Artikel ini telah tayang di Intisari Online dengan judul "Pernah Sukses Bebaskan Sandera Dalam Waktu 3 Menit, Kopassus Pun Jadi Pasukan Terbaik di Dunia"
(*)