Di Detik-detik Terakhir Sebelum 12 Regu Tembak Mengeksekusi, Seorang Terpidana Hukuman Mati Sampaikan Permintaan Terakhirnya, Bikin Merinding Siapapun yang Mendengarnya

Selasa, 10 Desember 2019 | 15:13
INTELIJEN

Ilustrasi hukuman mati

GridHot.ID – Seorang jaksa menceritakankisah mengenai eksekusi mati.

Pagi itu, awal Januari 1980 sekitar pukul 04.30 WIB. Hari masih gelap dan sepi.

Saat sebagian besar penduduk Kota Pamekasan masih lelap, kesibukan yang menegangkan sudah tampak di penjara yang terdapat di sana.

Karena hari itu merupakan hari terakhir bagi terpidana mati Bobby (nama samaran).

Baca Juga: Sekarang Tinggah di Hunian Super Mewah, Ayu Ting Ting Justru Idamkan Punya Rumah Sederhana, Begini Penampakannya

Pengadilan telah menjatuhkan vonis hukuman mati atas sederet kejahatan yang dilakukannya.

Berhadapan dengan 12 penembak

Dengan mata tertutup kain merah dia telah diikat pada dua tiang tegak lurus dengan celah ± 10 cm di belakang tubuhnya.

Di belakang tiang diberi tumpukan karung berisi pasir untuk menahan laju peluru.

Badan besar sedikit gemuk itu diikat agar tetap berdiri tegap sebelum eksekusi.

Baca Juga: Berani Selundupkan Harley Davidson Pakai Fasilitas Negara, Kebiasaan Ari Askhara Dibongkar Tetangga, Anak Pensiunan Pertamina yang Kerap Berikan Dana Sumbangan Kegiatan Desa

Kepalanya juga diselubungi kantung kain agar mimiknya tidak terlihat regu tembak.

Di atas dua bilah papan, telapak kakinya yang telanjang itu ikut menahan beban tubuhnya.

Di sekeliling kakinya diberi daun-daun kelor yang konon merupakan "penawar" bila seseorang mempunyai jimat.

Saya berada tak jauh di depannya mengamati apakah posisinya sudah benar dan ikatan talinya cukup kuat.

Baca Juga: Bolak-balik Kepergok Jalan Bareng Ariel Noah dan Mike Lewis, Artis Cantik Ini Selalu Mengelak: Semua yang Ku Bisa Hanya Duduk dan Tertawa

Detik-detik terakhir sebelum peluru menghunjam tubuhnya, tiba-tiba dia memanggil-manggil nama saya.

"Pak Darto, pak Darto (bukan nama sebenamya)!" Saya terkejut dan mendekat.

"Pak Darto, dengan ini saya mengucapkan terima kasih. Bapak sudah memberitahu akan dilaksanakannya hukuman mati kepada saya. Saat ini pula saya menyesal atas perbuatan yang saya lakukan. Saya menitipkan jenazah saya nanti pada Pak Darto dan minta tolong diserahkan kepada keluarga saya," pintanya.

Bulu kuduk saya berdiri mendengar kata-katanya. Kesempatan ini saya pergunakan untuk memberi pengertian kepadanya, bahwa saya hanya sebagai petugas yang mendapat perintah untuk melaksanakan hukuman mati.

Dia menjawab, "saya tahu."

Kemudian saya lanjutkan, "sebentar lagi Saudara akan menghadap Tuhan, persiapkanlah diri Saudara baik-baik."

Baca Juga: Sering Temukan Ular Bersemayam di Dalam Rumah, Ini Tips Ampuh Untuk Mencegahnya, Salah Satunya Pasang Keset Ijuk

Lalu, dia mengucapkan terima kasih untuk terakhir kalinya. Regu tembak yang terdiri atas dua belas orang tamtama dan seorang bintara di bawah pimpinan seorang perwira telah berdiri berjajar berhadapan dengan tereksekusi.

Jarak yang memisahkan mereka ± 6 m. Senapan yang baru mereka terima pagi hari itu telah mengarah ke jantung Bobby.

Di antara senjata itu ada yang berisi peluru dan ada pula yang kosong. Salah seorang dari mereka berdiri di belakang regu tembak sambil memegang baterai untuk menerangi terhukum.

Tak jauh dari mereka, berdiri petugas lain yang terdiri atas dokter, dan pegawai penjara. Komandan regu tembak berdiri agak ke samping dengan memegang sebilah pedang.

Baca Juga: Kecantikannya Bikin Pangling Meski Sudah Berumur, Inilah Potret Maryati Tohir, Pemeran Munaroh di Serial Si Doel Anak Sekolahan

Dari tempatnya, sang komandan memberi aba-aba siap tembak kepada bawahannya berupa ayunan pedang.

Beberapa detik kemudian, muntahlah berondongan peluru menuju jantung Bobby. Tak lama setelah itu kepalanya tertunduk.

Dokter memeriksanya dengan stetoskop dengan diterangi baterai. Lima butir peluru bersarang di jantungnya. Dia dinyatakan meninggal saat itu juga.

Itulah akhir dari riwayat kejahatan yang panjang. Dimulai dari kejahatan kecil yang meningkat menjadi besar dan sering diwarnai dengan pembunuhan.

Baca Juga: Pundi-pundi Kekayaannya Jauh Melampaui Raja Salman, Beginilah Cara Sultan Brunei Menghambur-hamburkan Uang, Beli Bunga Mawar Hampir 1 Miliar untuk Menghias Rumah, Padahal Hanya Dilihat Sekitar Setengah Jam

Terakhir, pada tahun 1963, dia merampok uang Rp 24.500.000,00 milik suatu bank di Jakarta dan membunuh dua karyawan bank itu.

Dalam kasus ini, ia dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada bulan Desember 1964.

Tugas unik

Sebagai jaksa, saya tidak pernah membayangkan diperintah untuk memberitahukan dan menyaksikan hukuman mati atas diri terhukum.

Baca Juga: Lebih Miris dari Kasus Kopi Sianida Jessica Kumala Wongso, Inilah Skandal Racun Thallium, Tersangka Utama Tak Pernah Dituntut Karena Koneksi Politik Keluarganya

Kasus atas dirinya sudah lama dan jaksa yang menyidangkan telah pindah jauh. Sementara upaya banding, kasasi dan grasi ditolak sehingga putusan pengadilan harus segera dilaksanakan.Kalau tidak, dikhawatirkan dia akan lari.

Tugas utama saya sebagai jaksa eksekusi adalah mempersiapkan, melaksanakan dan bertanggung jawab atas pelaksanaan eksekusi.

Ini merupakan pengalaman pertama. Reaksi saya, tugas yang berat ini akan saya laksanakan sebaik-baiknya. Jarang orang yang mendapat tugas seunik ini.

Saya memerlukan persiapan rohani karena menyangkut nyawa manusia. Tidak lupa saya menemui orang tua dan memberitahukan bahwa saya akan mendapat tugas penting, tanpa menjelaskan tugas itu.

Baca Juga: Punya Alutsista Super Lengkap, Rangking Kekuatan Militer Israel Nyatanya Tetap Berada di Bawah Indonesia, Mengapa Demikian?

Saat yang paling berat adalah ketika saya harus memberi tahu terhukum tiga hari sebelum eksekusi. Pemberitahuan itu harus mendadak.

Saya memerintahkan petugas penjara menyiapkan ruangan yang terang dan bisa dilihat dengan jelas serta dihindarkan dari alat-alat yang memungkinkan terdakwa bunuh diri.

Atas pertimbangan keamanan, ruangan itu juga harus dijaga ketat. Pagi itu saya dan seorang teman tugas telah siap di tempat.

Dua orang petugas menjemput dan mengawal Bobby dari selnya. Dia keluar dengan tangan diborgol menuju ruangan tempat saya berada.

Baca Juga: Rela Korbankan Peluang Indonesia Lolos ke Piala Dunia, Inilah Deretan Perjuangan Bung Karno dalam Membela Palestina, Tak Melirik Saat Diberi Ucapan Selamat oleh Israel

Di tempat ini dia duduk berhadapan dengan saya pada jarak sekitar 4 m. Wajahnya tidak menampakkan kecemasan.

Beberapa orang polisi juga menyaksikan jalannya peristiwa itu. Saya membawa berkas penolakan kasasi dan grasi.

Walaupun hanya bersifat pemberitahuan, forum ini resmi dan harus dibuatkan berita acara. Segera saya memperkenalkan diri.

"Saudara Bobby, saya Darto. Berdasarkan surat perintah, saya ditugaskan menemui Saudara. Apakah benar Saudara yang bernama Bobby?"

Dia menjawab, "Benar."

Baca Juga: 5 Kecelakaan Pesawat Terbang Paling Mengerikan dan Memilukan di Indonesia, Salah Satunya Karena Pilot Sengaja Bunuh Diri

"Sebagaimana diketahui, Saudara telah merampok serta mengakibatkan matinya orang, karena itu pengadilan negeri sudah memutuskan hukuman mati. Apakah pernyataan saya ini betul?"

Dia membenarkan.

"Berdasarkan keputusan pengadilan tinggi hukuman itu dikuatkan Mahkamah Agung dalam keputusan kasasinya juga menolak permohonan kasasi Saudara. Selanjutnya Saudara mengajukan grasi dan berdasar Kepres yang saya terima, permohonan grasi Saudara ditolak Presiden. Oleh karena itu, tidak ada upaya hukum lain bagi Saudara dan hukuman mati akan dilaksanakan tiga hari lagi," jelas saya.

Dia nampaknya tidak menyesal dan hanya berkata, "Ya ...."

Baca Juga: Sebelum Nafasnya Terhenti, Inilah Kata-kata Terakhir Bocah 10 Tahun yang Meninggal Karena Salah Diagnosis

Karena hukuman mati akan dilaksanakan, saya menanyakan lebih lanjut, "Apakah pada saatnya nanti Saudara ingin didampingi penasihat rohani?"

"Tidak," katanya.

Sebaliknya, dia minta agar dihadirkan saudaranya. Permintaan ini dipenuhi sehari sebelum eksekusi.

Tidur mendengkur

Pemberitahuan itu berlang sung selama 30 menit. Kemudian, dia digiring lagi ke sel yang lain. Tempat menunggu eksekusi ini tidak ada keistimewaannya.

Baca Juga: Punya Karier Moncer, Pedangdut Ini Berhasil Sulap Gubuk Reotnya Menjadi Rumah Gedong, Begini Penampakannya

Yang penting lampu terang, bisa dikontrol dan diawasi dari jauh serta mendapatkan pengawasan lebih. Dia juga dijaga jangan sampai bunuh diri.

Setelah selesai pemberitahuan, saya menunggu di Surabaya, untuk hadir lagi saat eksekusi.

Waktu itu justru menjadi saat yang menegangkan bagi saya, karena ada kemungkinan dia melarikan diri atau ada peraturan baru. Saya sampai ketok-ketoken (terbayang-bayang).

Menurut petugas penjara, selama masa penantian eksekusi dia tidak menunjukkan penyesalan dan menganggap hukuman mati adalah biasa dan tidak menakutkan.

Baca Juga: Masuk Kabin Penumpang Sambil Mengacung-acungkan Granat, Seorang Pembajak Pesawat Merpati Airlines Tewas Mengenaskan di Tangan Kapten Pilot, Serangan Dadakan Jadi Kuncinya

Hal ini dia perlihatkan dengan cara berbuat sewajar mungkin. Kalau tidur mendengkur. Dia malah mengatakan pada petugas penjara, "lihat saja nanti, akan terjadi hal-hal yang luar biasa."

Menurut penuturan salah seorang pengawal yang menceriterakan pada saya, saat pelaksanaan hukuman mati Bobby dijemput di sel sebelum pukul 04.00 WIB.

Dia mengenakan hem lengan panjang dan bersandal jepit. Pada waktu keluar, tangannya sudah diborgol. Saat itu lampu neon penjara masih menyala terang.

Terhukum meninggalkan blok melalui pintu yang berjarak 15 m dari selnya dengan diiringi petugas penjara dan petugas keamanan.

Baca Juga: Mayat-mayat Dibiarkan Tergelatak di Pinggir Jalan, Inilah Gambaran Mengerikan Operasi Punumpasan Kejahatan di Zaman Orde Baru, Berani Lari Langsung Tembak Mati

Lebar pintu 3 m dan berjeruji, tetapi yang dibuka hanya setengahnya. Dia digiring menuju pintu gerbang luar. Pintu inilah yang menjadi saksi saat-saat terakhir kehidupan Bobby.

Dia tampak tenang, namun susah menduga perasaannya. Beberapa langkah di luar pintu dia berhenti dan ingin berpidato. Permintaan ini ditolak. Dia meminta sebatang rokok.

Salah seorang petugas memberinya dan sekaligus menyulutkan apinya. Inilah kenikmatan terakhir yang masih diizinkan.

Sambil terus merokok, petugas mengikat kedua ibu jarinya menjadi satu. Sebuah tali juga diikatkan pada kedua lengannya. Tali ini dililitkan pula beberapa lapis pada lehemya.

Semua berjalan cepat. Petugas mengikuti proses ini dengan penuh kewaspadaan. Tak jauh dari tempat itu sebuah mobil station-wagon membawanya ke tempat eksekusi di suatu tempat dekat penjara. (Seperti diceritakan pada Yanto dan Gede)

(Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Oktober 1991)

Artikel ini telah tayang di Intisari Online dengan judul "Detik-detik Jelang Eksekusi: Permintaan Terakhir Terpidana Mati Ini Bikin Bulu Kuduk Berdiri"

(*)

Tag

Editor : Siti Nur Qasanah

Sumber intisari online