Laporan Wartawan Gridhot.ID, Candra Mega
Gridhot.ID - Nahkoda kapal asal Indonesia bernama Capt. Sugeng Wahyono ditahan selama satu tahundi Thailand.
Capt. Sugeng Wahyono menjadi tahanan kota di Ranong, Thailand lantaran dituduh melakukan penyelundupan.
Padahal, Capt. SugengWahyono sebenarnya tidak melakukan sebuah kesalahan apapun.
Melansir dari Antara, Senin (27/1/2020), Sugeng merupakan nakhoda kapal MT Celosia, kapal berbendera Indonesia yang dioperasikan PT Brotojoyo Maritime.
Persoalan ini bermula ketika kapal yang Sugeng nakhodai membawa muatan minyak pelumas kiriman Petronas dari Malaka, Malaysia.
Sesuai dokumen order, kapal merapat di Malaka dan memuat minyak pelumas untuk dikirim ke Schlumberger di Ranong.
Kapal berlabuh di Ranong pada 9 Januari 2019, dan segera melakukan bongkar muat.
Pihak penerima mengirimkan 20 truk tangki ke pelabuhan untuk memindahkan muatan kapal.
Namun, tiba-tiba aparat Bea Cukai Ranong menuduh ada upaya penyelundupan atas keterlambatan dalam pemenuhan prosedur bea cukai atas impor muatan MT Celosia.
Padahal, muatan itu dikirim oleh Petronas dan dimiliki Schlumberger yang bertanggung jawab untuk mengurus impor muatan tersebut.
Akibatnya, kapal berikut awak dan mobil tangki yang melakukan bongkar muat di pelabuhan, ditahan.
Kapten kapal juga diamankan dan belakangan dijadikan tersangka, dan ditetapkan sebagai tahanan kota dengan jaminan dari perusahaan.
"Lelah dijadikan tersangka, capek menunggu proses hukum berjalan. Waktu serasa berjalan sangat lama."
"Niat tulus bekerja, kontrak jelas, dan saya bukan penyelundup. Saya tidak bersalah dalam kasus ini," katanya.
Sugeng yang kini menjadi tahanan kota di Ranong, Thailand pun meminta perlindungan kepada Presiden Jokowi.
Saat ini, Sugeng menunggu proses persidangan dan mengharapkan perhatian Jokowi dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi terhadap kasusnya.
"Sudah satu tahun lebih saya ditahan di Ranong padahal seluruh dokumen kargo resmi dan lengkap."
"Saya berharap Bapak Presiden Jokowi dapat membantu," kata Sugeng.
Sebagai tahanan kota, Sugeng tentu tak bisa keluar dari batas wilayah yang ditetapkan.
Paspornya disita dan Sugeng tak diizinkan keluar dari negara Thailand.
Sugeng bahkan tidak diizinkan melayat ketika ayahnya meninggal dunia pada September 2019 lalu.
Rencana Sugeng unuk melaksanakan ibadah umrah tahun 2019 juga gagal.
Sebagai pekerja migran profesional Indonesia, Sugeng harusnya dilindungi negara sesuai amanat pasal 21 UU 18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
Pasal 21 UU 18/2017 mengatur tentang pendampingan, mediasi, advokasi, dan pemberian bantuan hukum berupa fasilitasi jasa advokat oleh Pemerintah Pusat dan/atau Perwakilan Republik Indonesia serta perwalian, sesuai hukum negara setempat.
Dalam situasi ini, Sugeng bersyukur sebab perusahaan pemilik kapal tetap menunjukkan kepedulian, termasuk memberikan gaji rutin dan penginapan selama di Thailand.
Itulah yang menjadi penopang kehidupan istri dan keempat anaknya yang tinggal di Surabaya, Jawa Timur.
Pihak perusahaan juga sudah melakukan berbagai upaya untuk melepaskan Sugeng dari kerumitan hukum ini.
Tim legal di Thailand berupaya menjelaskan posisi Sugeng dan mengambil langkah-langkah penting, membantah semua tuduhan, serta menegaskan ia tidak bersalah dalam perkara ini.
Selama 23 tahun jadi pelaut, Sugeng memahami semua proses pengiriman kargo kapal ke berbagai negara.
Terutama detail dokumen yang harus tersedia, termasuk dalam pengiriman ke Ranong itu.
Namun, kali ini ia menghadapi situasi yang rumit. Semua upaya sudah dilakukan untuk lepas dari jeratan.
Sugeng berharap pada pemimpinnya, bermohon Presiden Jokowi dapat membantunya.
"Kami kini sangat berharap dan terus berdoa agar Bapak Presiden Joko Widodo berkenan memberikan perhatian dan perlindungan."
"Mungkin dengan perhatian beliau, ada keadilan. Saya yakin Pak Joko Widodo pasti mau membela wong cilik."
"Apalagi kalau tahu seorang rakyat Indonesia tidak bersalah tapi dituduh dan dijadikan tahanan kota di luar negeri," tutur Sugeng.
(*)